Rangkuman Ilmu Pendidikan Islam karangan Bukhari Umar
Rangkuman
Ilmu Pendidikan Islam
(Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah 2010)
Rangkuman 1
Bab 2 (Konsep Dasar Pendidikan Islam)
1.
Pengertian Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib
Adapun
konsep dasar pendidikan islam mencakup pengertian istilah tarbiyah, ta’lim dan ta’bid.
Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa menurut kamus Bahasa Arab, lafaz At-Tarbiyah berasal dari tiga kata,
pertama, raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh.
Makna ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39. Kedua, rabiya-yarba yang berarti menjadi besar.
Ketiga, rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai
urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
Dalam Pandangan Syaikh
Muhammad An-Naquib Al- Attas, ada konotasi tertentu yang dapat membedakan
antara term at-tarbiyah dari at-ta’lim,
yaitu ruang lingkup at-ta’lim lebih universal dari pada ruang
lingkup at-tarbiyah,
karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan
hanya mengacu pada kondisi eksistensial. Lagi pula, makna at-tarbiyah lebih spesifik karena ditujukan pada
objek-objek pemilikan yang berkaitan dengan jenis relasional, mengingat
pemilikan yang sebenarnya hanyalah milik Allah semata. Akibatnya, sasarannya
tidak hanya berlaku bagi umat manusia, tetapi termasuk juga spesies-spesies
lainnya.
Menurut Al-Attas, ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di
dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
2. Pengertian Pendidikan
Islam
Prof. Dr. Omar
Mohammad al-Toumi al-Syaibany mendefinisikan pendidikan Islam dengan “Proses
mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam
sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai
profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat (Al-Syaibany, 1979:
399). Pengertian tersebut memfokuskan perubahan tingkah
laku manusia yang konotasinya pada pendidikan etika. Selain itu,
pengertian tersebut menekankan pada aspek-aspek produktivitas dan kreativitas
manusia dalam peran dan profesinya dalam kehidupan dalam masyarakat dan alam
semesta.
Dalam
seminar pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960 didapatkan pengertian
pendidikan Islam, yaitu: “Bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran Islam dengan hikmah, mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh
dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”. Pengertian ini mengandung arti
bahwa dalam proses pendidikan Islam terdapat usaha mempengaruhi jiwa anak didik
melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan yaitu
menanamkan takwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran, sehingga terbentuklah
manusia yang berkepribadian dan berbudi luhur sesuai dengan ajaran Islam.
(Arifin, 1987: 13 14).
Dari
beberapa pengertian di atas dikatakan bahwa pendidikan Islam itu adalah proses
transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak
didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya guna mencapai
keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Pengertian tersebut
mempunyai lima prinsip pokok, yaitu:
1.
Proses transformasi dan internalisasi, yaitu upaya
pendidikan Islam harus dilakukan secara bertahap, berjenjang, dan kontinu
dengan upaya pemindahan, penanaman, pengarahan, pengajaran, pembimbingan
sesuatu yang dilakukan secara terencana, sistematis dan terstruktur dengan
menggunakan pola dan sistem tertentu.
2.
Ilmu pengetahuan dan nilai-nilai, yaitu upaya
yang diarahkan pada pemberian dan penghayatan, serta pengamalan ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai.
3.
Pada diri anak didik, yaitu
pendidikan itu diberikan pada anak didik yang mempunyai potensi-potensi rohani.
Dengan potensi itu, anak didik dimungkinkan dapat dididik, sehingga pada
akhirnya, mereka dapat mendidik. Konsep ini berpijak pada konsepsi manusia
sebagai makhluk psikis.
4.
Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi
fitrahnya, yaitu tugas pokok pendidikan Islam hanyalah
menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi laten manusia agar
ia tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan, minat dan bakatnya.
Dengan demikian terciptalah dan terbentuklah daya kreativitas dan produktivitas
anak didik.
5.
Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan
hidup dalam segala aspeknya, yaitu tujuan akhir dari proses pendidikan Islam
adalah terbentuknya “Insan Kamil”, yaitu manusia yang dapat menyelaraskan
kebutuhan hidup jasmani-rohani, struktur kehidupan dunia-akhirat, keseimbangan
pelaksanaan fungsi manusia sebagai hamba-khalifah Allah dan keseimbangan
pelaksanaan trilogi hubungan manusia. Akibatnya, proses pendidikan Islam yang
dilakukan dapat menjadikan anak didik hidup penuh bahagia, sejahtera, dan penuh
kesempurnaan.
Rangkuman 2
Bab 3 (Sumber Dan Dasar Pendidikan Islam)
A.
Sumber Pendidikan Islam
Sumber pendidikan Islam
yang dimaksudkan disini adalah semua acuan atau rujukan yang darinya
memancarkan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai yang akan ditransinternalisasikan
dalam pendidikan Islam. Sumber pendidikan Islam terkadang disebut dengan dasar
ideal pendidikan Islam. Urgensi penentuan sumber disini adalah untuk:
1.
Mengarahkan tujuan pendidikan Islam yang ingin
dicapai.
2.
Membingkai setiap kurikulum yang dilakukan dalam
proses belajar mengajar, yang didalamnya termasuk materi, metode, media, sarana
dan evaluasi.
3.
Menjadi setandar dan tolok ukur dalam evaluasi,
apakah kegiatan pendidikan telah mencapai dan sesuai dengan apa yang diharapkan
atau belum.
Menurut Sa’id Ismail Ali
sebagaimana yang dikutip oleh Hasan Langgulung,sumber pendidikan islam terdiri
atas enam macam, yaitu Al-Qur’an, As sunnah, kata-kata sahabat (madzhab
shahabi), kemaslahatan umat/sosial (mashalil al-mursalah),
tradisi atau adat masyarakat (‘uruf), dan hasil pemikiran para ahli
dalam Islam (ijtihad). Keenam sumber pendidikan Islam tersebut
didukung secara hierarkis. Artinya, rujukan pendidikan Islam diawali dari
sumber pertama (Al-Qur’an) untuk kemudian dilanjutkan pada sumber-sumber
berikutnya secara berurutan.
a.
Al-Qur’an
Al-qur’an dijadikan
sebagai sumber ajaran Islam yang pertama dan utama karena ia memiliki nilai
absolut yang diturunkan dari Tuhan. Allah SWT. Menciptakan manusia dan Dia pula
yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan itu telah termaktub dalam
wahyu-Nya. Nilai esensi dalam Al-Qur’an selamanya abadi dan selalu relevan pada
setiap waktu dan zaman, tanpa ada perubahan sama sekali. Pendidikan Islam yang
ideal harus sepenuhnya mengacu pada nilai dasar Al-Qur’an, tanpa sedikitpun
menghindarinya. Mengapa hal itu diperlukan? Karena Al-Qur’an memuat tentang:
1)
Sejarah Pendidikan Islam
Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa kisah nabi
yang berkaitan dengan pendidikan. Kisah ini menjadi suri teladan peserta didik
dalam mengarungi kehidupan. Kisah itu misalnya: Kisah para nabi seperti Nabi
Isa as, Kisah Nabi Muhammad SAW, dan kisah-kisah orang yang saleh seperti
Luqman al-Hakim.
2) Nilai-nilai Normatif
Pendidikan Islam
Al-qur’an memuat nilai
normatif yang menjadi acuan dalam pendidikan Islam. Nilai yang dimaksud terdiri
atas tiga pilar utama, yaitu: I’tiqadiyyah, Khuluqiyyah, Amaliyyah. Al-Qur’an
secara normatif juga mengungkap lima aspek pendidikan dimensi-dimensi kehidupan
manusia, yang meliputi: Pendidikan menjaga Agama (hifdz al-din),
pendidikan menjaga jiwa (hifdz al-nafs), pendidikan menjaga
akal pikiran),pendidikan menjaga keturunan (hifdz al-nasb), pendidikan
menjaga harta benda dan kehormatan (hifdz al-mal wa al- ‘irdh).
b.
As-Sunnah
As-Sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan
kepada Nabi SAW. berikut berupa perkataan,
perbuatan, taqrir-nya, ataupun selain dari itu. Corak
pendidikan Islam yang diturunkan dari Sunnah Nabi Muhammad SWT, adalah sebagai
berikut:
1)
Disamping sebagai rahmat
li al-‘alamin (rahmat bagi semua alam).(QS.al-Anbiya:107-108).
2)
Disampaikan secara utuh dan lengkap, yang memuat
berita gembira dan peringatan pada umatnya. (QS. Saba’: 28).
3)
Apa yang disampaikan adalah kebeneran mutlak
(QS. al-Baqrah: 119) dan terpelihara autentitasnya. (QS. al-Hijr: 9).
4)
Kehadiran sebagai evaluator yang mampu mengawasi
dan senantiasa bertanggung jawabatas aktifitas pendidikan. (QS. asy
Syura:48, al-Ahzab: 45, al-Fath: 8).
5)
Perilaku Nabi SAW.
6)
Dalam masalah teknik operasional dalam
pelaksanaan pendidikan Islam diserahkan penuh pada umatnya.
c.
Kata-kata Sahabat (Madzhab Nabi)
Sahabat adalah orang
yang pernah berjumpa dengan Nabi SAW. dalam keadaan beriman dan mati dalam
keadaan beriman juga.Upaya Sahabat Nabi SAW, dalam pendidikan Islam sangat
menentukan bagi perkembasngan pemikiran pendidikan dewasa ini.
d.
Kemaslahatan Umat/Sosial (Mashalil al-Mursalah)
Mashalil al-Mursalah
adalah menetapkan undang-undang, peraturan dan hukum tentang pendidikan dalam
hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan didalam nash, dengan
pertimbangan kemaslahatan hidup bersama, dengan bersendika asas menarik
kemaslahatan dan menolak kemudaratan.
e.
Tradisi atau Adat Kebiasaan Masyarakat (‘Uruf)
Tradisi (uruf/adat)
adalah kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan yang
dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri, sehinga
jiwa merasa tenang dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima
oleh tabiat yang sejahtera.
f.
Hasil Pemikiran Para
Ahli dalam Islam (Ijtihad)
Ijtihad menjadi penting
dalam pendidikan Islam ketika suasana pendidikan mengalami setagitu status
quo, jumur, dan stagnan. Tujuan dilakukan ijtihad dalam pendidikan adalah
untuk dinamisasi, inovasi dan modernisasi pendidikan agar diperoleh pendididkan
yang lebih berkualitas.
B.
Dasar Pendidikan Islam
Dasar pendidikan Islam merupakan
landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar idea/sumber
pendidikan Islam. Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan Islam
terdapat enam macam, yaitu historis, sosiologis, ekonomis, politik dan
administrasi, psikologis, dan filosofis, yang mana keenam macam dasar itu
berpusat pada dasar filosofis.
1. Dasar historis
Dasar historos adalah
dasar yang berorentasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, agar kebijakan
yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan untuk
memprediksi masa depan, karena dasar ini memberi data info tetntang kelebihan
dan kekurangan kebijkan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah
ditempuh. Firman Allah SWT. QS.al-Hasyr ayat 18:”Dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.
2.
Dasar Sosiologis
Dasar sosiologis adalah
dasar yang memberikan kerangka sosio budaya yang mana dengan sosio budaya itu
pendidikan dilaksanakn. Dasar ini juga berfungsi sebagai tolak ukur dalam
prestasi belajar.
3.
Dasar Ekonomi
Dasar ekonomi adalah
yang memberiknan respektif tentang potensi-potensi finansial, menggali dan
mengatur sumber-sumber, serta bertanggung jawab terhadap rencana dan anggaran
pembelanjaanya. Oleh karena dianangap sebagai sesuatu yang luhur, maka
sumber-sumber finansial dalam menghidupkan pendidikan harus bersih, suci dan
tidak bercampur dengan harta benda yang syubhat.
4.
Dasar Politik dan Administrasi
Dasar politiik dan
administrasi adalah dasar yang memberikan bingkai ideologis, yang digunakan
sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan
direncakan bersama.
5.
Dasar Psikolog
Dasar pisikolog adalah
yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan
inofasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi,serta sumber daya manusia.
6.
Dasar Filosofis
Dasar filosofis adalah
dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem,
mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.
Rangkuman 3
Bab 4 (Tujuan Pendidikan Islam)
A.
Pengertian dan Fungsi Tujuan
Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha
atau kegiatan selesai. Pendidikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang
berproses melalui beberapa tahap dan tingkatan-tingkatan yang mempunyai tujuan
yang bertahap dan bertingkat pula. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang
berbentuk tetap dan statis, melainkan suatu keseluruhan dan kpribadian seorang
berkenaan dengan seluruh aspek kepribadiannya.
Apabila dihubungkan dengan suatu usaha (proses) maka tujuan
mempunyai beberapa fungsi. A. Daing Marimba (1986,45-46) mengemukakan bahwa
tujuan mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
1.
Mengakhiri
usaha, setiap usaha mempunyai awal dan akhir.
2.
Mengarahkan
usaha, dengan adanya tujuan, suatu usaha mempunyai arah yang jelas.
3.
Merupakan
titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain
4.
Member
nilai (sifat) pada suatu usaha.
Berdasarkan
fungsi-fungsi tujuan diatas dapat dikatakan bahwa perumusan tujuan pendidikan
islam secara jelas, sulit diketahui apakah suatu proses pendidikan sudah
berakhiratau belum.
B.
Prinsip-Prinsip Dalam Formulasi Tujuan Pendidikan Islam
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Menurut As-syaibani
(1979:437-443). Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip
universal (syumuliyyah).
2.
Prinsip
keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun wa iqtishadiyyah).
3.
Prinsip
kejelasan (tabayan)
4.
Prinsip
tidak bertentangan
5.
Prinsip
realisme dan dapat dilaksanakan.
6.
Prinsip
perubahan yang diinginkan.
7.
Prinsip
menjaga perbedaan-perbedaan individu
8.
Prinsip
dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pada pelaku
pendidikan,serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanakan.
C.
Komponen-Komponen Tujuan Pendidikan
Suatu hal yang ingin diwujudkan di akhir proses pendidikan adalah
kristalisasi berbagai nilai dalam pribadi peserta didik. Itulah yang disebut
tujuan akhir.
D.
Formulasi Tujuan Pendidikan
Upaya mencapai tujuan pendidikan harus dilaksanakan upaya semaksial
mungkin, walaupun pada kenyataannya manusia tidak mungkin menemukan kesempurnaaan
dalam berbagai hal.
Rangkuman 4
Bab 5 (Fungsi Pendidikan Pendidikan Islam)
A.
Pendidikan Sebagai Pengembangan Potensi
Dalam Islam, potensi laten yang dimiliki manusia banyak ragamnya.
Abdul Mujib (2006:43-48) menyebutkan tujuh macam potensi bawaan manusia, yaitu
sebagai berikut:
1.
Al-
Fithrah (citra asli)
Fitrah merupakan citra asli manusia, yang berpotensi baik atau
buruk, dimana aktualisasinya tergantung pilihannya.
2.
Struktur
Manusia
Struktur adalah satu organisasi permanen, pola atau kumpulan unsure
yang bersifat relative stabil, menetap, dan abadi.
3.
Al-Hayah (Vitality).
Hayah
adalah daya, tenaga, energy, atau vitalitas hidup manusia yang
karenanya manusia dapat bertahap hidup. Al-Hayah ada dua macam yaitu
jasmani yang intinya berupa nyawa (al-hayah), atau energy fisik (ath-thaqat
al-Jismiyyah) atau disebut ruh-jasmani, dan Ruhani yang intinya berupa
amanat dari Tuhan (al-amanah al-ilahiyyah) yang disebut juga ruh-ruhani.
4.
Al-Khuluq
(Karakter)
Khuluq (bentuk tunggal
dari Akhlaq) adalah kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi lahiriah (luar)
individu yang mencangkup ath-thab’u dan as-sajiyah.
5.
Ath-Thab’u (Tabiat)
Tabiat yaitu citra batin individu yang menetap (as-sukun).
Citra ini terdapat pada konstitusi (al-jibilah) individu yang diciptakan
oleh Allah Swt sejak lahir.
6.
As-Sajiyah (Bakat)
As-Sajiyah adalah
kebiasaan (‘adah) individu yang berasal dari hasil integrasi antara
karakter individu (fardiyyah) dengan aktivitas-aktivitas yang diusahakan
(al-muktasab).
7.
As-Sifat (sifat-sifat)
Sifat yaitu cirri khas individu yang relative menetap, secara
terus-menerus dan konsekuen yang diungkapkan dalam satu deretan keadaan.
8.
Al-‘Amal (perilaku)
Amal ialah tingkah laku lahiriah individu yang tergambar dalam
bentuk perbuatan nyata.
B.
Pendidikan Sebagai Pewaris Budaya
Dalam pendidikan Islam, sumber nilai budaya dapat dibedakan menjadi
dua bagian, yaitu sebagai berikut.
1.
Nilai
ilahiyyah: nilai yang dititahkan Allah Swt melalui para rasul-Nya yang
diabadikan pada wahyu.
2.
Nilai
Insaniyyah; nilai yang tumbuh atas kesepakatan manusia serta hidup dan
berkembang dari peradaban manusia.
C.
Interaksi Antara Potensi Dan Budaya
Interaksi antara potensi dan budaya harus mendapatkan tempat dalam
proses pendidikan, dan jangan sampai salah satunya ada yang diabaikan. Tanpa
interaksi tersebut, harmonisasi kehidupan akan terhambat. Untuk harmonisasi
interaksi antara potensi dan budaya, diperlukan adanya ‘intervensi’ eksternal
yang datang dari Sang Maha mutlak karena baik pengembangan potensi maupun
pewaris budaya, keduanya memiliki tingkat relativitas yang tinggi.
Rangkuman 5
Bab 6 (Pendidik Dalam Pendidikan Islam)
A.
Konsep
Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, pendidik adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya
mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif, kognitif,
maupun psikomotor.Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan pertolongan kepada peserta pertolongan kepada peserta didik dalam
perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu
mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah Allah dan
mampu melakukan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang
mandiri.
Pendidik terbagi menjadi dua, yaitu pendidik kodrat
dan pendidik jabatan
1. Pendidik
Kodrat
Yaitu
orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap anak adalah
orangtuanya.
2. Pendidik
Jabatan
Yaitu
pendidik di sekolah, seperti guru, konselor, dan administrator disebut pendidik
karena jabatan.
B.
Kedudukan
Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Al-Ghazali menukil beberapa hadis Nabi SAW tentang
keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai
orang-orang besar (great individual) yang aktivitasnya lebih baik dari
padaibadah setahun. Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama
yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang
yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya (nur)
keilmiahannya. Andai kata dunia tidak da pendidik, niscaya manusia seperti
binatang, sebab mendidik adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat
kebinatangan k epada sifat insaniyyah dan ilahiyah.
C.
Tugas
Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut Al Ghazali, tugas pendidik yang paling utama
adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membimbing hati manusia
untuk mendekatkan diri (Taqarrub) kepada Allah. Hal tersebut karena tujuan
pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepda Allah.
Jika pendidik belum mampu menbiasakan dalam peribadatan kepada peserta didik
berarti ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didik
mengalami prestasi akademik yang luar
biasa. Hal tersebut mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal
sholeh.
D. Kompetensi Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Berikut ini
adalah kompetensi pendidik dalam pendidikan Islam
1. Kompetensi
Personal-Religius
2. Kompetensi
Sosial-Religius
3. Kompetensi
Profesional-Religius
E. Kode Etik Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut
Ibnu Jama’ah, yang dikutip oleh Abd Al-Amir Syams Ad-Din (1984:18-24),etika
pendidik terbagi atas tiga macam yaitu:
1. Etika
yang terkait dengan dirinya sendiri
2. Memilik
sifat-sifat akhlak yang mulia (akhlaqiyyah)
3. Etika
dalam proses belajar mengajar.
Rangkuman 6
Bab 7 (Peserta Didik Dalam Pendidikan Islam)
A.
Pengertian
Peserta Didik
Peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan tertentu (UU Sisdiknas, ps. 1 ayat 4). Dalam pendidikan
Islam, yang menjadi peserta didik itu bukan hanya anak-anak, melainkan juga
orang dewasa yang masih berkembang, baik fisik maupun psikisnya. Hal itu sesuai
dengan prinsip bahwa pendidikan Islam itu berakhir setelah seseorang meninggal
dunia. Buktinya, orang yang hampir wafat masih dibimbing mengucapkan kalimat
tauhid.
Sebutan untuk
peserta didik beragam. Di lingkungan rumah tangga, peserta didik disebut
anak. Di sekolah/madrasah, ia disebut siswa. Pada tingkat pedidikan tinggi, ia
disebut mahasiswa. Dalam lingkungan pesantren, sebutannya santri. Sedangkan di
majelis taklim, ia disebut jamaah (anggota).
Dalam bahasa
Arab juga terdapat term yang bervariasi. Di antaranya thalib,
muta’allim, dan murid. Thalibberarti orang yang menuntut
ilmu. Muta’allim berarti orang yang belajar dan murid berarti
orang yang berkehendak atau ingin tahu.
B.
Kebutuhan
Peserta Didik
Suatu hal yang
sangat perlu juga diperhatikan oleh seorang pendidik dalam mengajar,
membimbing, dan melatih muridnya adalah “kebutuhan murid”.Al-Qussy membagi
kebutuhan manusia (peserta didik) dalam dua kebutuhan pokok yaitu:
1)
Kebutuhan primer, yaitu kebutuhan jasmani
seperti: makan, minum, seks, dan sebagainya
2)
Kebutuhan sekunder, yaitu kebutuhan rohaniah.
Selanjutnya ia membagi kebutuhan rohaniah
kepada enam macam yaitu:
a)
Kebutuhan akan rasa kasih sayang
b)
Kebutuhan akan rasa aman
c)
Kebutuhan akan rasa harga diri
d)
Kebutuhan akan rasa bebas
e)
Kebutuhan akan rasa sukses
f)
Kebutuhan akan suatu kekuatan pembimbing atau
pengendalian diri manusia, seperti pengetahuan lain yang ada pada setiap
manusia yang berakal.
Selanjutnya Law Head membagi kebutuhan manusia
sebagai berikut:
1.
Kebutuhan jasmani, seperti makan, minum,
bernafas, perlindungan, seksual, kesehatan dan lain-lain.
2.
Kebutuhan rohani, seperti kasih sayang, rasa
aman, penghargaan, belajar, menghubungkan diri dengan dunia yang lebih luas
(mengembangkan diri), mengaktualisasi dirinya sendiri dan lain-lain.
3.
Kebutuhan yang menyangkut jasmani rohani,
seperti istirahat, rekreasi, butuh supaya setiap potensi-potensi fisik dapat
dikembangkan semaksimal mungkin, butuh agar setiap usaha/pekerjaan sukses dan
lain-lain.
4.
Kebutuhan sosial, seperti dapat diterima oleh
teman-temannya secara wajar, supaya dapat diterima oleh orang yang lebih tinggi
dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin-pemimpinnya seperti
kebutuhan untuk memperoleh prestasi dan posisi.
5.
Kebutuhan yang lebih tinggi sifatnya (biasanya
dirasakan lebih akhir) merupakan tuntutan rohani yang mendalam yaitu kebutuhan
untuk meningkatkan diri yaitu kebutuhan terhadap agama (Jalaluddin, 1993: 63).
Rangkuman 7
Bab 8 (Fase/Periodesasi Pendidikan Islam)
A.
Pendidikan
Islam Masa Prakonsepsi
Pendidikan prakonsepsi merupakan awal dari suatu pernikahan atau disebut
juga dengan pemilihan jodoh, yaitu ketika seorang pria mencari seorang wanita
yang dapat bekerjasama dalam membina rumah tangga bahagia. Juga seorang wanita
mencari calon suami yang memiliki inteligensi yang tinggi karena inteligensi
merupakan sarana utama untuk memperoleh sukses dalam masyarakat luas. (kartono,
1977 : 204). Pemilihan calon istri atau suami berdasarkan kriteria tertentu
adalah dikarenakan keturunan berpengaruh terhadap pendidikan anak. Hal tersebut
sesuai dengan hadist Nabi Muhammad saw. sebagaimana dikutip oleh Muhammad Ali
Quthb (1993 : 2): pilihlah (calon istrimu) untuk tempat
spermamu karena keturunan itu sangat berpengaruh.
B.
Pendidikan islam masa pranatal
Masa ini berlangsung sejak pertemuan sel telur seorang ibu. Dengan
spermatozoid seorang ayah sampai seorang bayi lahir secara sempurna. Masa
pranatal ini sangat penting artinya karena ia merupakan awal dari kehidupan. Pada masa ini, berhubungan janin sangat erat dengan ibunya.
Oleh karena itu, seorang ibu berkewajiban memelihara kandungannya,
antara lain dengan mengonsumsi makanan yang bergizi, menghindari benturan,
menjaga emosi dan perasaan sedih yang berlarut-larut, menjauhi minuman keras,
dan banyak lagi hal yang harus diperhatikan oleh seorang ibu pada masa hamil.
(Nawawi, 1993: 151). Pembentukan iman
seharusnya mulai sejak dalam kandungan, sejalan dengan pertumbuhan kepribadian.
Berbagai hasil pengamatan pakar kejiwaan menunjukkan bahwa janin yang berada
dalam kandungan telah dapat pengaruh dari keadaan sikap dan emosi ibu yang
mengandungnya. Hal tersebut tampak dalam perawatan kejiwaan, dimana keadaan
keluarga ketika si anak dalam kandungan, mempunyai pengaruh terhadap kesehatan
mental si janin dikemudian hari. (Zakiah Daradjat, 1995: 55)
C.
Pendidikan islam masa bayi
Masa bayi ini berlangsung dari usia 0 sampai 3 tahun. Setelah anak lahir,
perlu dikumandangkan adzan dekat telinga, agar pengalaman pertama lewat
pendengaran adalah kalimat tauhid yang berintikan pengakuan dan keagungan Allah
dan kerasulan Muhammad. Ajaran kepada kemenangan dan seruan untuk beribadah di
akhiri dengan pernyataan dan keagungan serta keesaan Allah. Bayi yang baru
lahir memang belum mengerti arti kata ”tauhid” dalam adzan tersebut, namun
dasar keimanan dan keislaman sudah masuk kedalam hatinya. Menurut pandangan
islam, manusia sejak dilahirkan telah dibekali oleh Allah dengan fitrah
keagamaan.
D.
Pendidikan islam masa kanak-kanak
Pendidikan masa kanak-kanak berlangsung pada usia 3 sampai 12 tahun. Pada
usia 3-6 tahun, anak memiliki sifat egosentris (raja kecil). Sebab, dirinya
berada di pusat lingkungan yang ditampilkan anak dengan sikap senang menantang
atau menolak sesuatu yang datang dari orang sekitarnya. Oleh karena itu, orang
tua harus sabar dalam mendidik anaknya. (Daradjat, 1995: 155).Perkembangan pada
masa ini berlangsung dari usia 3-12 tahun dan masa anak-anak ini dibagi kepada
tiga fase, yaitu sebagai berikut:
1)
Permulaan masa anak-anak
Pada awal masa ini sekitar usia sampai dengan lima tahun. Perkembangan
ditandai dengan munculnya sikap egosentris pada diri setiap anak. Masa ini
disebut juga dengan masa remaja kecil. Masa ini juga merupakan krisis pertama
yang sangat memerlukan kesabaran dan kebijaksanaan bsertindak dari orangtua
sebagai pendidik. Orang tua sebaiknya tidak memaksakan kehendaknya pada
anak-anak, namun didalam diri anak-anak harus ditumbuhkan kebiasaan melakukan
sesuatu yang baik dan dikenalkan disiplin. (Nawawi, 1993: 155).
Jika dilihat dari aspek keagamaan, pada masa ini anak-anak belum mempunyai
kesadaran beragama, tetapi ia telah memiliki potensi kejiwaan dan dasar-dasar
kehidupan ber-Tuhan. Perkembangan kesadaran dan beragama anak-anak sangat
dipengaruhi oleh keimanan, sikap, dan tingkah laku orang tuanya. (Ahyadi, 1988:
40).
2)
Pertengahan masa anak-anak
Periode ini berlangsung dari umur 6 sampai dengan 9 tahun. Periode ini
sangat penting artinya bagi peletakan dasar untuk perkembangan selanjutnya
melalui sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan. Pada masa ini, anak
yang pada mulanya tertuju kepada dirinya sendiri dan bersifat egosentris mulai
tertuju pada dunia luar, terutama perilaku orang-orang disekitarnya, sopan
santun, dan tata cara bertingkah laku yang sesuai dengan lingkungan rumah dan
sekolah. (Ahyadi, 1988: 43).
3)
Akhir masa anak
Masa ini berlangsung pada usia 9 sampai dengan 12 tahun. Masa ini
merupakan lanjutan masa sebelumnya yang ditandai dengan berbagai
kematangan aspek psikologis yang diperlukan untuk dapat ikut serta dalam proses
pendidikan formal.
4)
Pendidikan islam masa remaja
Masa ini berlangsung dari usia 12 sampai dengan 21 tahun yang terdiri atas
tiga fase, antara lain sebagai berikut:
a. Masa pra-remaja
Fase ini berlangsung dari umur 12 sampai dengan 15 tahun. Fase ini ditandai
dengan semakin meningkatnya sikap sosial pada anak. Gejala yang dominan pada
masa ini adalah kecenderungan untuk bersaing yang berlansung antara teman
sebaya dan lingkungan jenis kelamin yang sama. Pada periode ini ada kesempatan
yang sangat baik untuk membantu anak, disamping menguasai ilmu dan teknologi
yang sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Juga menumbuhkan sikap
bertanggung jawab dan menghargai nilai-nilai, terutama yang bersumber dari
agama islam. Dalam konsep yang sederhana, anak-anak perlu dikenalkan dengan
makna atau maksud dari beberapa firman Allah tentang sikap dan kemampuan
bertanggung jawab dalam kehidupan. (Nawawi, 1993: 165).
b. Masa pubertas
Masa ini berlangsung pada usia 15 sampai dengan18 tahun. Masa ini merupakan
tahap akhir bagi individu dalam mempersiapkan dirinya untuk menjadi manusia
dewasa yang berdiri sendiri. Pada fase ini anak banyak mengalami krisis, namun
krisis itu tidak dirasakan berat jika sejak awal anak-anak dan para remaja
telah hidup dalam keluarga yang menempatkan ajaran islam sebagai penuntunnya.
Jika dalam diri remaja telah tertanam nilai-nilai religi maka sebagai orang
yang beriman, ia akan selalu mampu menyikapi permasalahan hidup, baik yang
muncul dari dalam maupun dari luar dirinya.
c. Akhir masa remaja
Masa ini berlangsung antara usia 18 sampai dengan 21 tahun dan disebut juga
masa awal kedewasaan. Pada masa ini, pembentukan dan perkembangan suatu sistem
moral pribadi sejalan dengan pertumbuhan pengalaman keagamaan yang bersifat
individual. Melalui kesadaran beragama dan pengalaman ke-Tuhanan, akhirnya
remaja akan menemukan Tuhannya yang berarti menemukan keperibadiaannya.
(Ahyadi, 1988: 48).
E.
Pendidikan islam masa dewasa
Pada usia dewasa biasanya seseorang sudah memiliki sifat kepribadiaan yang
matang. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang
dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber dari norma-norma agama maupun yang
berada dalam kehidupan ataupun ajaran agama.
Rangkuman 8
Bab 13 ( Evaluasi Dalam
Pendidikan Islam)
A.
Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi menurut Edwind Wand dan Gerald
W.Brown adalah the act or process to determining the value of
something (Qahar,1972:1). Maka, evaluasi pendidikan berarti
seperangkat tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan
dengan dunia pendidikan .
Evaluasi pendidikan dalam islam dapat
diberi batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan kemajuan sutu pekerjaan
dalam proses pendidikan islam.(Nizar,2002:77) dalam ruang lingkup
terbatas, evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan
pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan islam pada peserta didik .sedang
dalam ruang lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan dan tingkat kelemahan suatu proses pendidikan islam(dengan seluruh
komponen yang terlibat didalam nya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang
dicita-citakan.
Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan
untuk menetapkan berbagai keputusan kependidikan, baik yang menyaangkut
perencanaan pengelolaan ,prosesdan tindak lanjut pendidikan, baik yang
menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan (Depdikbud,1983/1984:1)
B.
Tujuan Dan Fungsi Evaluasi
Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam, tujuan
evaluasi lebih ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor)
ketimbang aspek kognitif. Secara umum,ada empat fungsi
evaluasi dalam pendidikan islam:
1) Dari segi pendidikan ,evaluasi berfungsi untuk membantu
seorang pendidik mengetahui sejauh mana hasil yang dicapaidalam pelaksanaan
tugasnya.
2) Dari segi
peserta didik,evaluasi membantu peserta didik untuk dapat mengubah atau
mengubah tingkah laku nya secara sadar kearah yang lebih baik.
3) Dari segi ahli pemikir pendidikan islam,evaluasi berfumgsi
untuk membantu para pemikir pendidikan islam mengetahui kelemahan teori-teori
pendidikan islam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali teori-teori
pendidikan islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang senantiasa
berubah.
4) Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan islam
(pemerintahan)evaluasi berfungsi untuk membantu mereka dalam membenahi sistem
pengawasan dan mempertimbangankan kebijakan yang akan diterapkan dalam sistem
pendidikan islam.
C.
Prinsip-Prinsip Evaluasi Pendidikan Islam
1.
Evaluasi
Mengacu pada Tujuan
2.
Evaluasi
dilaksanakan secara Objektif
3.
Evaluasi
harus dilakukan secara komprehensif
4.
Evaluasi
harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus)
D.
Jenis evaluasi pendidikan islam
1.
Evaluasi
formatif
2.
Evaluasi
sumatif
3.
Evaluasi
diagnostic
4.
Evaluasi
penempatan
E.
Syarat –syarat evaluasi pendidikan Islam
1.
Validity
2.
Reliabe
3.
Efisiens
Trimakasih atas resume bukunya,, sangat membatu sekali bagi saya kurang faham dalam mencari kata kunci bahasan.
BalasHapus