Teori Moral
TEORI MORAL
Makalah Ini Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Filsafat Islam
Dosen Pengampu: Drs. Iwan Ahenda ,
M. Ag
Oleh:
Erna Erlina (14121110049)
Erna Erlina (14121110049)
Khusnul Khotimah(141121110074)
Siti Rohani (14121120019)
Kelompok/semester: 8/ 3
Kelas: PAI-A
TARBIYAH/ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi Cirebon-Jawa Barat 45132
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
karunianya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tugas stuktur yang berjudul
“TEORI MORAL”
Sholawat
serta salam juga tak lupa kami sampaikan kepada nabi Muhammad SAW, yang telah
mengantarkan kehidupan ini lebih berada. Dalam penyusunan makalah ini banyak
mengalami hambatan, namun berkat arahan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
mana kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Oleh sebab itu pada
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan masukan dan arahan sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Kami
sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kekeliruan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebabitu saran dan kritik
saya harapkan demi kesempurnaan dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini
bermanf aat terutama kami sebagai penyusun dan bagi para pembaca dan pada
umumnya.
Cirebon, 15 November 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
A. Rumusan Masalah……………………………………………… 1
B. Tujuan………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Moral………………….................................................. 2
B. Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya dalam Teori Moral. 3
BAB III PENUTUP
B. Kesimpulan ……………………………………............................ 8
DAFTAR PUSTAKA
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut W.J.S. Poerwadarminta moral berarti “ ajaran tentang baik
buruk perbuatan dan kelakuan. Dalam islam moral dikenal dengan istilah akhlak. Moralitas
merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang membedakan
manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang baik dan
buruk, yang boleh dan yang dilarang, yang harus dan yang tidak pantas dilakukan
baik keharusan alamiah maupun keharusan moral. Keharusan alamiah terjadi dengan
sendirinya sesuai hukum alam. Sedangkan, keharusan moral bahwa hukum yang
mewajibkan manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Adapun
tokoh-tokoh filsafat islam dan pemikirannya dalam teori Moral diantaranya Al-Kindi, Ibnu Miskawaih, Al Ghazal dan Ibnu Hazm.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
di atas dapat dirumuskan masalah yaitu:
1. Apa definisi Moral?
2. Bagaimana pemikiran tokok-tokoh
filsafat islam tentang Teori Moral?
A. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Moral
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh
filsafat islam tentang Teori Moral
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI MORAL
A.
Definisi
Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa belanda Moural, yang
berarti kesusilaan, budi pekerti. Sedangkan menurut W.J.S. Poerwadarminta moral
berarti “ ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan. Dalam islam moral
dikenal dengan istilah akhlak.[1] Akhlak atau moral merupakan gambaran
batin manusia berupa sifat-sifat kejiwaannya. [2]
Istilah Moralitas kita kenal secara umum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan perilaku
sosial, etika hubungan antar-orang. Baik dan buruk, benar dan salah. Manusia
yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal
mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi.
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam berinteraksi
dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa
yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan
lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik,
begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari
budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. [3]
B. Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya dalam Teori Moral
1. Al-Kindi
Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam
pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa sorang filosof wajib menempuh hidup
susila. Dalam kesesakkan jiwa filsafat menghiburnya dan mengarahkannya untuk
melatih kekangan, keberanian dan hikmah dalam keseimbangan sebagai keutamaan
pribadi, tetapi pula keadilan untuk meningkatkan tata negara. Sebagai filsuf,
Al-Kindi prihatin kalau-kalau syari’at kurang menjamin perkembangan kepribadian
secara wajar. Karena itu dalam akhlak atau moral dia mengutamakan kaedah
Socrates.[4]
2. Ibnu Miskawaih
Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih
adalah sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir
dan pertimbangan. Sikap mental terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan
yang berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang berasal dari watak jarang
menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek. Sedangkan
latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang terpuji. Karena itu
Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk membentuk akhlak
yang baik. Dia memberikan perhatian penting pada masa kanak-kanak, yang menurutnya
merupakan mata rantai antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.
Inti kajian akhlak, menurut Ibnu Miskawaih[5],
adalah kebaikan (al-khair), kebahagiaan (al-sa’adah), dan
keutamaan (al-fadilah). Kebaikan adalah suatu keadaan dimana kita sampai
kepada batas akhir dan kesempurnaan wujud. Kebaikan ada dua, yaitu kebaikan
umum dan kebaikan khusus. Kebaikan umum adalah kebaikan bagi seluruh manusia
dalam kedudukannya sebagai manusia, atau dengan kata lain ukuran-ukuran
kebaikan yang disepakati oleh seluruh manusia. Kebaikan khusus adalah kebaikan
bagi seseorang secara pribadi. Kebaikan yang kedua inilah yang disebut
kebahagiaan. Karena itu dapat dikatakan bahwa kebahagiaan itu berbeda-beda bagi
tiap orang.
Ada dua pandangan pokok tentang kebahagiaan.
Yang pertama diwakili oleh Plato yang mengatakan bahwa hanya jiwalah yang
mengalami kebahagiaan. Karena itu selama manusia masih berhubungan dengan badan
ia tidak akan memperoleh kebahagiaan. Pandangan kedua dipelopori oleh
Aristoteles, yang mengatakan bahwa kebahagiaan dapat dinikmati di dunia
walaupun jiwanya masih terkait dengan badan.
Ibnu Miskawah mencoba mengompromikan kedua
pandangan yang berlawanan itu. Menurutnya, karena pada diri manusia ada dua
unsur, yaitu jiwa dan badan, maka kebahagiaan meliputi keduanya. Hanya
kebahagiaan badan lebih rendah tingkatnya dan tidak abadi sifatnya jika
dibandingkan dengan kebahagiaan jiwa. Kebahagiaan yang bersifat benda
mengandung kepedihan dan penyesalan, serta menghambat perkembangan jiwanya
menuju ke hadirat Allah. Kebahagiaan jiwa merupakan kebahagiaan yang sempurna
yang mampu mengantar manusia menuju berderajat malaikat.
Tentang keutamaan Ibnu Miskawaih berpendapat
bahwa asas semua keutamaan adalah cinta kepada semua manusia. Tanpa cinta yang
demikian, suatu masyarakat tidak mungkin ditegakkan. Ibnu Miskawaih memandang
sikap ‘uzlah (memencilkan diri dari masyarakat) sebagai mementingkan
diri sendiri. ‘Uzlah tidak dapat mengubah masyarakat menjadi baik
walaupun orang yang uzlah itu baik. Karena itu dapat dikatakan bahwa pandangan
Ibnu Miskawaih tentang akhlak adalah akhlak manusia dalam konteks masyarakat.Ibnu
Miskawaih juga mengemukakan tentang penyakit-penyakit moral. Di antaranya
adalah rasa takut, terutama takut mati, dan rasa sedih.[6]
3.
Al
Ghazali
Al Ghazali
menerangkan tentang definisi akhlak sebagai :
Akhlak
adalah perilaku jiwa,yang dapat dengan mudah melahirkan perbuatan-perbuatan,
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila prilaku tersebut
mengeluarkan beberapa-beberapa baik dan terpuji, baik menerut akal maupun
tuntutan agama, prilaku tersebut dinamakan akhlak yang baik. Apabila perbuatan
yang dikeluarkan itu jelek maka prilaku dinamakan akhlak jelek.
Al
Ghazali menguraikan induk atau prinsip dari budi pekerti itu ada 4(1) kebijakan
(2) keberanian 3 menjaga diri 4 keadilan. Maksud kebijakan adalah prilaku jiwa
yang dapat menemukan kebenaran dari yang salah dalam semua perbuatan yang
dikerjakan. Adil adalah prilaku jiwa yang mengatur sifat amarah dan syahwat dan
dapat mengarahkannya kepada yang dikehendaki hikmah dan dapat menggunakannya
menurut kebutuhan. Keberanian adalah kekuatan sifat amarah yang tunduk kepada
akal dalam menjalankannya. Menjaga diri adalah mendidik kekuatan syahwat dengan
pendidikan akal dan syara’. Barang siapa dapat melaksanakan empat prinsip ini, maka
akan keluarlah akhlak yang lebih baik keseluruhannya.
Ukuran
perseorangan bagi baik dan buruk, bagus dan jelek berbeda dan menurut perbedaan
persepsi seseorang, perbedaan masa, dan perubahan kedaan dan tempat. Namun
demikian, dalam setiap masyarakat dalam suatu masa ada ukuran umum,artinya
ukuran yang diakui oleh seluruh atau oleh sebagian terbesar dari
anggota-anggotanya. Ukuran umum itu mungkin berbeda dari suatu masyarakat lain,
akan tetapi ada pokok-pokok tertentu yang ada persamaannya antara semua manusia
dalam menilai baik dan buruk. Bagi umat islam pendasaran baik dan buruk bagi
perbuatan adalah kepada kitab pedomannya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.[7]
Landasan
ajaran moral
Allah
swt berfirman (QS. Al-Qalam:4)
Artinya:
sesungguhnya kamu bener-bener berbudi pekerti yang agung.(QS. Al-Qalam:4)
Nabi Muhammad SAW bersabda:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Artinya:
Tidaklah
aku diutus kecuali hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (HR. Bukhori,
Ahmad dan Baihaqi).
4.
Ibnu Hazm
Nama lengkapnya adalah Ali bin Ahmad bin Sa’id
bin Hazm bin Ghalib bin Saleh bin Khalaf bin Ma’dan bin Sufyan bin Yazid bin
Abi Sufyan bin Harb bin Umayah bin Abd Syams al-Umawiyah. Lahir di Qurtubah
pada 994 M dan wafat pada 1064 M. Dia hidup di tengah-tengah keluarga yang
sangat berkecukupan dan dijadikan kesempatan sebagai syarat keberhasilan
mencari ilmu pengetahuan.[8]
Konsep akhlak menurut Ibn Hazm terangkum dalam kitab al-Akhlaq Wa as-Siyar
fi Mudāwah al-Nafs. Aspek-aspek yang dikaji meliputi konsep akhlak, metode
dalam mempertingkatkan akhlak terpuji dan pandangan beliau dalam menyatakan
tentang penyakit akhlak dan rawatannya. Konsep akhlak yang dinyatakan oleh Ibn
Hazm ialah akhlak dicipta, dibentuk dan disusun oleh Allah swt. Ibn Hazm telah mengetengahkan
beberapa asas yang dianggap penting untuk membentuk akhlak terpuji dalam diri
manusia, di antaranya ialah dengan menuntut ilmu, percintaan, persahabatan dan
memberi nasihat. Kerusakan akhlak menurutnya merupakan sesuatu yang mudah
dilakukan. Ia telah menyatakan beberapa penyakit akhlak yang dianggap sebagai
asas kerusakan akhlak, yaitu menipu, cemburu dan bermegah-megahan[9]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki
moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu sifat
dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki moral jika ia ingin dihormati oleh
sesamanya.
Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam
pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa sorang filosof wajib menempuh hidup
susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan
untuk hidup bahagia. Moral menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental yang
mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap
mental terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari
kebiasan dan latihan. Al Ghazali
menerangkan tentang definisi akhlak adalah perilaku jiwa,yang dapat dengan
mudahmelahirkan perbuatan-perbuatan, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Apabila prilaku tersebut mengeluarkan beberapa-beberapa baik dan
terpuji, baik menerut akal maupun
tuntutan agama,
prilaku tersebut dinamakan akhlak yang baik.
Apabila
perbuatan yang dikeluarkan itu jelek maka prilaku dinamakan akhlak jelek. Konsep akhlak
yang dinyatakan oleh Ibn Hazm ialah akhlak dicipta, dibentuk dan disusun oleh
Allah swt. Ibn Hazm telah mengetengahkan beberapa asas yang dianggap penting
untuk membentuk akhlak terpuji dalam diri manusia, di antaranya ialah dengan
menuntut ilmu, percintaan, persahabatan dan memberi nasihat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Sahmarani, As’ad. Al-Akhlāq fi al-Islām
wa al-Falsafah al-Qadīmah.1994 Beirut: Dar al-Nufais.
Djamil,
Fathurrahman. 1997. Filsafat Hukum
Islam. Jakarta: Logos wacana Ilmu.
Hasyimsyah
Nasution. 2005. Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
http://akhsyaifulrijal.wordpress.com/2011/04/02/kajian-filsafat-etika-islam/.(online), diunduh 15 November 2012 pukul 10:15 WIB).
http://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-filsafat-islam-dan-pemikirannya.(online), diunduh 15 November 2012 pukul 10:07 WIB).
[1] Djamil. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos
wacana Ilmu. 1997. Hlm. 145
[2] Al-Sahmarani, As’ad. Al-Akhlāq fi al-Islām
wa al-Falsafah al-Qadīmah. (Beirut: Dar al-Nufais, 1994), h. 17.
[3]http://menantikau.wordpress.com/kumpulan-makalah/metodologi-studi-islam/tokoh-tokoh-filsafat-islam-dan-pemikirannya/
[7] Op.Cit.
Djamil. Hlm 146-147
Komentar
Posting Komentar