MATERI-MATERI BIDANG STUDI UNTUK MA

BAB II
PEMBAHASAN
MATERI-MATERI BIDANG STUDI UNTUK MA

A.    Konsep Fikih dalam Islam
1.      Prinsip-Prinsip Ibadah dan Syari’at dalam Islam
a.       Prinsip Ibadah dalam Islam
Kata ibadah bukanlah hal yang asing bagi kita semua. Kata tersebut berasal dari bahasa Arab yang bentuk kata kerjanya ‘abada-ya’budu, artinya pengabdian, penyembahan, pemujaan, dan ketundukan. Para ulama telah mendefinisikan kata ibadah ini sesuai dengan cara pandang dan penghayatan mereka masing-masing. Misalnya, ulama Mazhab Syafi’i mendefinisikan: “ibadah adalah perbuatan yang dibebankan Allah swt.kepada hamba-Nya yang tidak selamanya sesuai dengan keinginan yang bersangkutan.”[1]
Secara garis besar, ibadah dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu ibadah mahdah (murni) dan gairu mahdah (tidak murni atau umum). Ibadah mahdah dilakukan semata-mata sebagai penghambaan diri kepada Allah swt.berdasarkan perintah-Nya yang aturan-aturannya telah ditentukan dengan jelas, bahkan pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Sementara ibadah gairu mahdah adalah segala aktivitas yang positif dalam kehidupan manusia yang dilakukan semata-mata karena Allah swt.[2]
Fungsi ibadah menurut M. Tholchah Hasan dalam bukunya Dinamika Kehidupan Religius, disebutkan ada tiga, yaitu:
1)      Menjaga keselamatan aqidah. Manusia harus mempunyai satu sikap dan komitmen yang jelas bahwa di dunia ini hanya ada satu Tuhan yang menciptakan dan wajib disembah oleh makhluk-Nya.
2)      Menjaga hubungan manusia dengan Tuhannya agar tetap baik dan abadi.
3)      Mendisiplinkan sikap dan perilaku manusia.[3]
b.      Prinsip-Prinsip Syari’at Islam
Dari segi bahasa (etimologi), syari’at berarti “jalan menuju ke sumber air atau jalan yang seharusnya dilalui.” Dalam pengertian istilah (terminiologi), kata syari’at mempunyai dua makna, yaitu dalam makna luas berarti “agama” dan makna sempit berarti “hukum-hukum amaliah”. Syari’at dalam pengertian luas adalah segala hukum atau aturan yang ditetapkan oleh Allah swt.baik yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (akidah) maupun hubungan sesama manusia dan alam semesta. Sedangkan syari’at dalam pengertian sempit adalah hukum-hukum yang mempunyai dasar pasti dan tegas dalam Al-Quran dan Hadis shahih atau telah ditetapkan berdasarkan kesepakatan ulama (ijma).[4]
Tujuan syari’at Islam di antaranya:
1)      Menjaga Kebutuhan Primer
Maksudnya adalah kebutuhan yang menjadi sendi dalam kehidupan manusia. Apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, kehidupan manusia itu pasti akan guncang dan tidak akan menemukan makna hidup yang sebenarnya.
1)      Menjaga agama
2)      Menjaga jiwa
3)      Menjaga akal
4)      Menjaga keturunan
5)      Menjaga harta benda[5]

2)      Melengkapi Kebutuhan Sekunder
Prinsip utama dalam melengkapi kebutuhan sekunder ini adalah untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan, meringankan beban-beban kewajiban dan memudahkan manusia dalam menjalankan syari’at Islam dalam hidupnya. Dalam hal ini, syari’at Islam memberlakukan hukum rukhsah (dispensasi) dan takhfis (peringanan). Misalnya, seseorang boleh salat dengan jamak (meringkas) ketika bepergian dan boleh bertayamum ketika tidak mendapatkan air wudhu.
3)      Menerapkan Kepribadian Luhur
Syari’at Islam sangat memerhatikan hal-hal yang akan menghantarkan kehidupan manusia ini teratur, indah dipandang mata, menyenangkan di hati dan dibenarkan oleh akal sehat dan tidak menyimpang dari aturan agama.[6]
c.       Usaha Menerapkan Prinsip-Prinsip Syari’at dan Tujuan Ibadah
1.      Karakteristik Orang yang Menerapkan Prinsip-Prinsip Syari’at dan Tujuan Ibadah
a)      Menjaga Akidah
b)      Disiplin dalam Beribadah
c)      Berakhlak Mulia[7]
2.      Strategi Berpegang pada Prinsip-Prinsip Syari’at untuk Mencapai Tujuan Ibadah
a.       Mendalami Ilmu Pengetahuan
b.      Penyadaran Diri
c.       Latihan dan Membiasakan Diri untuk Beribadah.[8]

B.     Zakat
1.      Zakat dan Hikmahnya
Dari segi bahasa, zakat berasal dari kata “zaka” (زكى) yang berarti menumbuhkan, menyucikan,dan memberikan berkah. Menurut istilah syarak, zakat adalah mengeluarkan sejumlah harta tertentu untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syari’at Islam.
Hikmah zakat dapat dikaji dari aspek muzaki (orang yang mengeluarkannya), aspek mustahik (penerimaannya), dan dari aspek masyarakat luas.
a.       Hikmah bagi orang yang mengeluarkan  (muzaki)
1)      Sebagai rasa syukur kepada Allah swt. Atas segala nikmat-nya yang telah dikaruniakan kepada kita (QS.Ibrahim:7)
2)      Membersihkan diri dari sifat kikr, serta mendidik agar bersifat mulia dan pemurah (QS.At-Taubah:103)
3)      Membersihkan harta dari tercampur dengan harta yang haram
4)      Dapat menggugah semangat bekerja
5)      Dapat melipatgandakan pahala (QS. Ar-Rum:3)
b.      Hikmah bagi orang yang menerima zakat dan masyarakat lainnya
1)      Agar fakir miskin ikut serta menikmati harta yang dimiliki oleh orang-orang kaya dan kekayaan itu tidak menumpuk hanya pada orang-orang kaya saja, tetapi ada sirkulasi yang seimbang(QS.Al-Hasyr:7).
2)      Sebagai upaya untuk menolong, mengatasi kesulitan dan kesusahan yang diderita kaum fakir miskin.
3)      Dapat memperteguh dan menumpuk iman orang-orang mualaf, yaitu mereka yang baru masuk Islam dan dapat menarik orang lain yang belum masuk Islam.
4)      Dapat menghindarkan timbulnya rasa dengki iri hati dan meninggalkan jurang pemisah antara si miskin dan si kaya.
5)      Dapat meninggalkan beban fakir miskin dan menebarkan nikmat Allah yang diberikan kepada manusia.[9]
2.      Syarat Zakat
Menurut kesepakatan ulama , Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. syarat wajib zakat diantaranya:
a)      Merdeka.
b)      Islam.
c)      Baligh dan Berakal.
d)     Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati.
e)      Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengannya.
f)       Harta yang dizakati adalah milik penuh.
g)      Kepemilkan harta yang telah mencapai setahun, menurut hitungan tahun qamariyah.
h)      Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang.
i)        Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok.   
Adapun syarat sah pelaksanaan zakat
a)      Niat.
b)      Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada menerimanya) [10]
 ( Ash-Shiddieqy, 2011: 172-173)


3.      Macam-Macam  Zakat
Secara umum zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu
a.       Zakat jiwa (nafsh)/zakat fitrah
b.      Zakat Maal (Harta)[11]
4.      KetentuanPerundang-undangantentang Zakat
Islam sangat memperhatikan kesejahteraan sosial. Salah satunya melalui kewajiban membayar zakat bagi setiap muslim yang mampu. Zakat merupakan ibadah sosial dan merupakan salah satu bukti keimanan seseorang. Artinya, barang siapa yang beriman kepada Allah Swt. Dan rasul-Nya, ibadah pasti ia bersedia melaksanakan kewajiban zakat.
      Nah, untuk mengatur zakat dari pada muzaki agar pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat sesuai dengna ketentuan agama, pemerintah pada tanggal 27 Oktober 2011 melalui Rapat Paripurna DPR, dengan persetujuan bersama antara DPR RI dan Presiden Republik IndonesiaI telah memutusakan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Penglolaan Zakat. Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hokum dalam masyarakat saat ini.[12]
5.      ContohPenerapanKetentuan Zakat
Contoh penerapan zakat yang sesuai dengan ketentuan diatas adalah para muzaki dapat menyerahkan secara langsung harta wajib zakat ke Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (AZ) yang terdapat diberbagai perwakilan daerah.
      Sebagai contoh, jika kalian berada di wilayah/provinsi/kabupaten/kota, harta zakat dapat diserahkan pada perwakilan BAZNAS provinsi/kabupaten/kota atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) terdekat yang terdapat dio daerah tersebut. Mengenai hitungan berapa harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, kalian dapat meminta bantuan dari lembaga yang bersangkutan untuk menghitungnya.
      Berikut ini disajikan ilustrasi tentang salah satu penghitungan zakat barang dagang (perniagaan). Barang-barang dagang adalah barang-barang disiapkan untuk diperjualbelikan, meliputi semua barang yang dibeli untuk diperjualbelikan dengan tujuan mencari keuntungan.
      Para ulama juga sepakat bahwa barang-barang perniagaan wajib dikeluarkan zakatnya dengan cara dihitung terlebih dahuli nilainya, apakah sudah mencapai nisab atau belum. Setelah itu, baru ditentukan jumlah yang wajib dikeluarkan darinya. Zakat perniagaan dihitung sebesar 2,5% dari nilai nisab sebesar 85 gram emas.
a.       Nisab dan besar Zakat Harta Perniagaan ( Perdagangan)
Nasab harta perniagaan dihitung dengan uang. Nisab Zakat perniagaan sama dengan nisab emas dan perak. Besarnya 2,5%. Dalam Zakat perniagaan, yang dihitung bukan untungnya saja. Akan tetapi, seluruh modal dan keuntungannya. Misalnya, jika harga emas 1 gram Rp 150.000,00 maka nisab harta perniagaan itu adalah Rp 150.000,00 x 85 gram = Rp 12.750.000,00. Zakat harta perniagaannya menjadi 2,5% x Rp 12.750.000,00 yaitu sebesar Rp 318.750,00.
b.      Waktu Penghitungan Zakat Harta Perniagaan (Perdagangan)
Penghitungan zakat perniagaan (perdagangan), dimulai dari berniaga sampai dengan akhir tahun. Pada tiap akhir tahun harta perniagaan harus duhitung ( modal dan labanya). Jika cukup satu nisab, wajib dikeluarkan zakatnya meskipun pada awal tahun atau ditengah tahun tidak cukup nisabnya. Jadi, perhitungan akhir tahun itulah yang menjadi ukuran sampai atau tidaknya nisab. Dengan kata lain, wajib atau tidaknya seorang pedagang/pengusahamembayar zakat harta perniagaannya ditentukan sampai atau tidaknya nisab pada akhir tahun.[13]
6.      Pengelolaan Zakat yang sesuai denganPerundang-undangan
Dalam pengelolaan zakat secara nasional, pemerintah membentuk lembaga yang diberi nama Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS. Dalam hal ini, pemerintah juga memberi kesempatan kepada masyarakat untuk membentuk sebuah lembaga yang bertugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Lembaga yang dimaksud adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Selain lembaga LAZ yang membantu tugas BAZNAS, dibenuk pula Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ. UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.[14]














C.    JENAZAH
1.      penyelenggaraan Jenazah
Kewajiban muslimin terhadap saudara-saudaranya yang meninggal dunia ada 4 perkara, yaitu :
a.      Memandikan Mayit
1)      Syarat-syarat mayit yang dimandikan
a)      Mayit itu seorang Islam.
b)      Ada tubuhnya walau sedikit.
c)      Meninggal bukan karena mati syahid.
2)      Cara-cara memandikan mayit
Cara memandikan mayit yang perlu diperhatikan sebagai berikut. Pertama-tama dibersihkan terlebih dahulu segala najis yang ada pada badannya. Kemudian meratakan air ke seluruh tubuhnya dan sebaik-baiknya 3 kali atau lebih jika dianggap perlu. Siraman yang pertama dibersihkan dengan sabun, yang kedua dengan air bersih dan yang ketiga dengan air yang bercampur dengan kapur barus.
Beberapa riwayat yang shahih, Nabi SAW bersabda sebagai berikut : “Mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kan dan anggota wudhu’nya”.
Sabda Nabi SAW selanjutnya :
                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
“Dari Ibnu Annas ra berkata, bersabda Rasulullah SAW perihal orang yang meninggal dunia jatuh dari atas ontanya : “Mandikanlah dia dengan air dan dengan sidir (bidara)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)



3)      Aturan memandikan mayat.
a)      Mayat laki-laki dimandikan oleh laki-laki dan sebaliknya mayat wanita dimandikan pula oleh wanita, kecuali muhrimnya laki-laki diperbolehkan.
b)      Sebaiknya orang yang memandikan keluarga yang terdekat.
c)      Suami boleh memandikan istrinya dan sebaliknya.
d)     Yang memandikan tidak boleh menceritakan tentang cacat tubuh mayat itu andai kata ia bercacat.[15]
b.      Mengkafani Mayat
Setelah mayat dimandikan dengan cukup sempurna, maka fardhu kifayah bagi tiap-tiap orang yang hidup mengkafaninya. Mengkafani mayat sedikitnya dengan selapis kain yang dapat menutup seluruh tubuhnya. Disunatkan bagi mayat laki-laki dikafani sampai 3 lapis kain, tiap-tiap lapis dari kafan itu hendaknya dapat menutupi seluruh tubuhnya. Mayat laki-laki menggunakan lima lapis kain, maka sesudah 3 lapis ditambah dengan baju kurung dan sorban. Mayat wanita disunatkan lima lapis masing-masing berupa sarung, baju, kerudung, dan dua lapis yang menutup seluruh tubuhnya. [16]
c.       Shalat Jenazah
1.      Syarat-syarat shalat jenazah
Shalat mayit/jenazah seperti halnya dengan shalat yang lain, yaitu:
a)      harus menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, bersih badan, pakaian dan tempatnya serta menghadap kiblat.
b)      Mayit sudah dimandikan dan dikafani.
c)      Letak mayit disebelah kiblat orang yang menyembahyangkan kecuali kalau shalat yang dilakukan di atas kubur atau shalat gaib.
2.      Rukun shalat mayit
a)      Niat.
b)      Berdiri bagi yang kuasa (kuat).
c)      Takbir empat kali.
d)     Membaca fatihah.
e)      Membaca shalawat atas Nabi.
f)       Mendoakan mayit
g)      Memberi salam[17]
3.      Cara mengerjakan shalat mayit
Shalat jenazah dapat dilakukan di atas seorang mayit atau beberapa orang mayit sekalipun.Seorang mayit boleh pula dilakukan berulang kali shalat. Misalnya mayit sudah dishalatkan oleh sebagian orang, kemudian datanglah beberapa orang lagi untuk menyalatkannya dan seterusnya.Jika shalat dilakukan berjamaah, maka imam berdiri menghadap kiblat, sedang ma’mum berbaris di belakangnya. Mayit diletakkan dengan melintang dihadapan imam dan kepalanya di sebelah kanan imam. Jika mayit laki-laki hendaknya imam berdiri menghadap dekat kepalanya, dan jika mayit wanita, imam menghadap dekat perutnya.[18]



d.      Menguburkan mayit
Dalam mengubur mayit perlu diperhatikan :
1)      pembuatan liang kubur sekurang-kurangnya jangan sampai bau busuk mayit keluar, dan jangan sampai dibongkar oleh binatang;
2)      wajib membaringkan mayit di atas lambung kanan;
3)      menghadapkan muka ke kiblat, muka dan ujung kaki jenazah itu harus mengenai tanah dan perlu dilepaskan kain kafan yang membalut muka dan telapak kakinya serta melepaskan semua ikatan tali-tali pada tubuh jenazah itu;
4)      mengubur mayat itu tidak diperbolehkan pada waktu malam, kecuali dalam keadaan darurat.[19]
















D.    Analisis Materi
1.      Konsep Fikih dalam Islam
            Pada materi Beribadah terutanma dalam Beribadah Khassah (Haji) kebanyakan masyarakat tidak berniat untuk haji melainkan untuk Ri’a kepada orang lain. Akan tetapi berniat Haji itu karena Allah bukan karena orang lain dan Hajinya akan Mabrur. Dalam beribadah khassah (zakat) kebanyakan masyarakat menunggu sampai takbir berkumandang alangkah lebih baiknya dari awal Ramadhan untuk membayar zakat fitrah. Dan beribadah khassah (shalat) ketika adzan berkumandang masyarakat tidak memperdulikan dan juga tidak  segera melaksanakan shalat. Apalagi dalam keadaan sedang di sawah, padahal dengan adzan berkumandang memberikan peringatan untuk segera berhenti terlebih dahulu bekerjanya untuk menunaikan shalat lebih bagus berjama’ah.
2.      Zakat
Zakat merupakan salah satu dari rukun islam. Bagi setiap muslim wajib mengeluarkan zakat. Dalam realitanya umat muslim masih ada saja yang tidak mengeluarkan. Bahkan yang terjadi itu ada sebagian orang yang tidak berhak menerima zakat akan tetapi ikut mengambil zakat. Hal tersebut tidak baik ditiru oleh kita semua. Sebagai orang yang mengetahui hal tersebut maka harus diberi peringatan ataupun nasihat, agar orang tersebut tidak mengulangi lagi hal tersebut. Pada zaman modern ini fiqih pun berkembang, seperti adanya zakat profesi. Kepada para profesi masing-masing yang sudah ditetapkan profesinya terhadap negara maka wajib mengeluarkan zakat profesinya.
3.      Jenazah
Seluruh makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, yang akan menjadi jenazah. Dalam kehidupan ini mengurusi jenazah itu wajib. Adapun dalam mengurusi jenazah pada zaat ini haruslah benar-benar diperhatikan, baik dalam hal memandikan, mengafani, mensholati, dan menguburkan jenazah. Ketika seseorang memandikan jenazah maka harus dengan hati-hati, walaupun masih ada saja yang memandikan jenazah dengan tidak berhati-hati. Karena jenazah tersebut masih merasakan sakitnya ketika dimandikan, maka dari itu sangatlah penting dalam memandikan jenazah.
Selain daripada memandikan jenazah, mengkafani, mennshalati dan mengubur jenazah harus sesuai dengan tata cara yang benar. Dalam penguburan jenazah terkadang masih ada permasalahn yang fenomenal, yakni tata cara mengubur yang baik dan benar. Pada zaman modern ini terdapat jenazah yang dikubur dengan menggunakan peti mayit, dan ada juga mengubur lupa membuka kain kafan. Maka dari permasalahan tersebut harus ditanggapi dengan baik. Jenazah lebih baik langsung di letakkan di kuburan dengan tidak menggunakan peti mayit, agar posisi mayit pun selalu menghadap kiblat.










BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Prinsip-Prinsip Ibadah dan Syari’at dalam Islam Prinsip Ibadah dalam Islam. Kata ibadah bukanlah hal yang asing bagi kita semua. Kata tersebut berasal dari bahasa Arab yang bentuk kata kerjanya ‘abada-ya’budu, artinya pengabdian, penyembahan, pemujaan, dan ketundukan. Para ulama telah mendefinisikan kata ibadah ini sesuai dengan cara pandang dan penghayatan mereka masing-masing.
2.      Prinsip-Prinsip Syari’at IslamDari segi bahasa (etimologi), syari’at berarti “jalan menuju ke sumber air atau jalan yang seharusnya dilalui.” Dalam pengertian istilah (terminiologi), kata syari’at mempunyai dua makna, yaitu dalam makna luas berarti “agama” dan makna sempit berarti “hukum-hukum amaliah”. Syari’at dalam pengertian luas adalah segala hukum atau aturan yang ditetapkan oleh Allah swt.
3.      Hikmah zakat dapat dikaji dari aspek muzaki (orang yang mengeluarkannya), aspek mustahik (penerimaannya), dan dari aspek masyarakat luas.
4.      penyelenggaraan Jenazah Kewajiban muslimin terhadap saudara-saudaranya yang meninggal dunia ada 4 perkara, yaitu : memandikan mayit, mengafani mayit, menyolati mayit dan menguburkan mayit
Memandikan Mayit.





[1]Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 2-3.
[2] Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 3
[3]Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 4-5.
[4]Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 6.
[5] Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 8-9
[6]Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 10.
[7]Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 11-12.
[8]Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal. 13-14.
[9]Hadna, A. Musthofa. Ayo MengkajiFikih. 2008. (Jakarta: Erlangga), hal.29-30.
[10] Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi Kuliah Ibadah. Semarang: PT. Putaka Rizki Putra. 2011.hlm172


[11] Sari, Elsi Kartika.Pengantar hukum Zakat & wakaf. Jakarta: Penerbit PT Grasindo,) 2007. Hlm 21

[12]Qosim, M. Rizal. PengalamanFikih 1. 2014. (Solo: PT. TigaSerangkaiPustakaMandiri), hal. 44-45.
[13]Qosim, M. Rizal. PengalamanFikih 1. 2014. (Solo: PT. TigaSerangkaiPustakaMandiri), hal. 43-44.
[14]Qosim, M. Rizal. PengalamanFikih 1. 2014. (Solo: PT. TigaSerangkaiPustakaMandiri), hal. 45.
[15] Moh. Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978), h. 313
[16] Ibid. hlm 313
[17] Ibid. hlm 313
[18] Muhammad Arsyad Al-Banjary, Sabilal Muhtadin, Darul Fikr, h. 77-78

[19] Moh. Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978), h.306

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Individu

WAKAF, HIBAH, SEDEKAH, DAN HADIAH

Sejarah Peradaban Islam Masa Nabi Muhammad Saw.

makalah pengertian pendidikan

MAKALAH PERKEMBANGAN MASA ANAK-ANAK