ADZAN DAN IQAMAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di dalam Islam, shalat merupakan ibadah badaniyah yang penting dan telah ditetapkan waktu pelaksanaannya. Allah berfirman, artinya : Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). (An Nisa`:103). Sesungguhnya kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman … [An Nisa` : 104].
Untuk mengetahui waktu shalat, Allah telah mensyariatkan adzan sebagai tanda masuk waktu shalat, berikut tata cara adzan dan hukum Islam berkenaan dengan adzan tersebut. Yang semuai ini, sangat penting untuk diketahui oleh kaum muslimin. Adzan dan Iqamah merupakan di antara amalan yang utama di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda :“Imam sebagai penjamin dan muadzin (orang yang adzan) sebagai yang diberi amanah, maka Allah memberi petunjuk kepada para imam dan memberi ampunan untuk para muadzin.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah yaitu:
1.      Apa pengertian adzan dan iqamah?
2.      Bagaimana lafal adzan dan iqamah?
3.      Apa hukun adzan dan iqamah?
4.      Apa saja syarat-syarat adzan dan iqamah?
5.      Apa saja sunah-sunah adzan dan iqamah?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian adzan dan iqamah?
2.      Untuk mengetahui lafal adzan dan iqamah?
3.      Untuk mengetahui hukun adzan dan iqamah?
4.      Untuk mengetahui syarat-syarat adzan dan iqamah?
5.      Untuk mengetahui sunah-sunah adzan dan iqamah?
















BAB II
PEMBAHASAN
ADZAN DAN IQAMAH

A.    Pengertian Adzan dan Iqamah
1.      Pengertian Adzan
Adzan menurut bahasa adalah pemberitahuan. Sedangkan menurut syara’ adzan ucapan-ucapan khusus yang menjadi tanda masuknya waktu shalat fardhu, atau pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat fardhu dengan lafal-lafal tertentu.[1]
Dalam lafaz Adzan itu terdapat pengertian yang mengandung beberapa maksud penting, yaitu sebagai akidah, seperti adanya Allah yang Mahabesar bersifat Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, serta menerangkan bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah yang cerdik dan bijaksana untuk menerima wahyu dari Allah. Sesudah kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allahdan Nabi Muhammad utusan-Nya, kita diajak menaati perintah-Nya, yakni mengerjakan shalat, kemudian diajaknya pula pada kemenangan dunia akhirat. Akhirnya disudahi dengan kalimat Tauhid.
Adzan dimaksudkan untuk memeberitahukan bahwa waktu shalat telah tiba dan menyerukan untuk melakukan shalat berjamaah. Selain itu untuk mensyiar agama Islam dimuka umum.
Firman Allah Swt:
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/62_9.png
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan shalat pada hari jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah (shalat) dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (al-Jumu’ah:9).[2]
2.      Pengertian Iqamah
Iqamah yaitu memberitahukan kepada jama’ah supaya siap berdiri untuk shalat[3]
B.     Lafal Adzan dan Iqamah
1.    Lafal Adzan
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ ، أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ ، حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ، حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله
Keterangan:
a)      Dalam Adzan shalat subuh, diantara kalaimat “ Hayya ‘alal-fala” dan “Allaahu akbar,  Allahu akbar yakni antara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat[4]:
اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ، اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ
Arti tambahan Adzan subuh:” Shalat itu lebih baik dari pada tidur”. (Riwayat Muslim dan Nasai)[5]
b)      Waktu menyerukan kalimat “ Hayya ‘alash-shalaah,” disunahkan berpaling ke kanan, dan kita menyerukan kalimat ”Hayya ‘alal-falah, “ berpaling ke kiri.
c)      Hayya ‘alash-shalaah, artinya” Marilah Shalat,” dan Hayya ‘alal- Falah, artinya “Marilah menuju kemenangan (keuntungan atau kebahagiaan),”[6]
2.      Lafal Iqamah
Lafal iqamah itu sama dengan Adzan, bedanya kalau Adzan diucapkan masing-masing dua kali, sedangkan iqoomah cukup diucapkan sekali saja. Diantara kalimat ke-5 dan ke-6 ditambah kalimat:

قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
shalat telah dimulai.”
Iqamah sunah diucapkan agak cepat dan dilakukan dengan suara agak rendah dari pada Adzan.[7]

اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّاللهُ
اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ ، قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر
لاَ إِلَهَ إِلاَّالله
                                                       
C.    Hukum Adzan Dan Iqamah
Menurut jumhur ulama (selain Hanabilah), diantaranya Al-Khiraqi al-Hambali, bahwa adzan itu sunnah mu’akadah bagi laki-laki secara jama’ah disetiap masjid, baik untuk shalat lima waktu maupun untuk shalat Jum’at. Namun tudak sunnah bagi shalat lain, seperti shala Id, Kusuf, tarawih, dan shalat jenazah. Untuk menyeru shalat-shalat terakhir ini apabila dilakukan secara berjama’ah hendaknya dengan kata-kata “Al-shalat jami’ah, berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr, ia berkata:” ketika terjadi gerhana dimasa Rasulullah saw., maka diserukan “Al-shalat jami’ah”. [8]
Adapun Iqamah hukumnya Sunah mu’akkadah, baik dalam shalat fardhu yang dilakukan pada waktuya maupun yang diqadha, munfarid maupun berjama’ah, dan bagi laki-laki maupun wanita menurut jumhur selain Hanabilah.[9]
Syafi’iyah dan Malikiyah menambahkan bahwa disunnahkan iqamah tanpa adzan bagi seorang wanita atau jama’ah wanita, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnahdengan dikeraskannya suara wanita dalam adzan.  Hanafiyah berpendapat bahwa iqamah bagi wanita adalah makruh sebagaimana adzan, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Anas dan Ibnu Umar, dank arena pada dasarnya mereka harus menutup diri sedangkan mengeraskan suara baginya adalah haram.[10]
Adzan dan iqamah untuk anak yang baru lahir disunatkan. Adzan pada telinga kanan anak yang baru lahir, dan iqamah pada telinganya yang kiri. Sabda Rasulullah Saw:
مَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُوْدٌفآّذَّنَ فِيْ اُذُنِهِ اْليُمْنَى وَاَقَامَ فِى اْليُسْرَى لَمْ تَضُرُّهُ اُمُّ الصِّبْيَانِ
(روى فى كتاب ابن السنى عن الحسن ابن على)
Artinya: “Barang siapa yang lahir anaknya, maka adzanlah pada telinga kanannya dan iqamahlah pada telinga kirinya, maka anak itu tidak dimudaratkan oleh Jin (tidak kena penyakit kanak-kanak).”(diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni dari Hasan bin Ali).
Faedahnya, supaya kalimat yang mula-mula didengarkan sewaktu ia lahir didunia ini ialah kalimat tauhid. Demikian juga sewaktu ia akan meninggal dunia, hendaklah diajarkan dan diperingatkan dengan kalimat itu.
Sabda Rasulullah Saw:
لَقِنُوْ اَمَوْتَا كُمْ لَااِلَهَ اِلَّاَ اللهُ
Artinya: “Ajarilah orang yang hampir mati dengan kalimat La ilaha illallah. Tidak ada Tuhan yang sebenarnya patut disembah melainkan Allah”.( Riwayat Muslim dan yang lainnya)[11]
D.    Syarat-Syarat Adzan Dan Iqamah
Syarat-syarat adzan dan iqamah sebagai berikut:
1.      Masuk waktu shalat. Maka adzan tidak sah dan dispakati haram dilakukan sebelum masuk waktu, sehingga apabila telah dilakukan sebelum masukwaktu, maka wajib diulangi setelah masuk waktu, karena adzan merupakan pemberitahuan tentang masuknya waktu, sedangkan adzan sebelum masuk waktu merupakan penipuan.
2.      Dengan menggunakan bahasa Arab. Maka tidak sah adzan dengan selain bahasa arab.
3.      Adzan dn Iqamah harus dapat didengar oleh sebagian jama’ah dan didengar oleh diri sendiri apabila sendirian.
4.      Lafal-lafal adzan dan iqamah harus dibaca secara berurutan dan beruntun, dalam rangka mengikuti sunnah, sebagaimana diriwayatkan oleh muslim dan lainnya dank arena pembacaan lafal-lafal adzan dengan tidak beruntun itu merusak fungsinya sebagai pemberitahuan tentang masuk waktu.
5.      Dilakukan oleh satu orang. Apabila seseorang melakukan sebagian adzan dan diteruskan sebagiannya oleh orang lain, maka adzannya tidak sah.
6.      Dilakukan oleh seorang muslim, berakal (mumayyiz) dan laki-laki.[12]
E.     Sunah-Sunah Adzan dan Iqamah
Dalam adzan disunahkan hal-hal berikut:
1.      Hendaknya adzan dilakukan oleh orang yang bagus dan keras suaranya serta ditempat yang tinggi, berdasarkan hadits Abdullah bin zaid diatas: Ajarkanlah kepada Bilal, karena ia lebih lantang suaranya dari pada kamu. Disamping itu adzan dengan suara yang keras akan lebih luas jangkauannya, meluluhkan hati orang yang mendengar, dan lebih menarik untuk disambut. Adapun kerasnya suara dapat memperluas jangkauan dan memperjelas pemberitahuannya, serta lebih besar pahalanya. Dilakukannya  adzan ditempat yang tinggi juga dapat memperluas jangkauannya.
2.      Adzan dilakukan sambil berdiri diatas tembok atau menara agar didengar banyak orang. Dijeladkan dalam hadis Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Bilal: “ Berdirilah lalu adzanlah! Seluruh muadzin Rasulullah saw. melakukan adzan sambil berdiri. Apabila muadzinnya berhalangan, seperti sakit, maka ia boleh adzan sambil duduk. Demikian juga halnya dengan iqamah.
3.      Mu’adzin hendaknya orang yang merdeka, baligh, dapat dipercaya, shaleh, dan mengetahui waktu-waktu shalat, berdasarkan hadits Ibnu Abbas, “ Hendaklah melakukan adzan orang yang paling baik diantara kamu, dan hendaklah menjadi imam orang yang membaca diantara kamu.”
4.      Muadzin dalam keadaan punya wudhu dan suci,berdasarkan  hadis: “Tidak melakukan adzan kecuali orang yang punya Wudhu”. Dijelaskan dalam hadis Ibnu Abbas bahwa adzan itu bersambung dengan shalat, maka janganlah adzan salah seorang diantara kamu kecuali dalam keadaan suci.
5.      Musdzin hendakny orang yang dapat melihat, karena orang yang buta itu tidak dapat mengetahui masuknya waktu atau sering salah, namun adzannya sah, karena Ibnu Ummi Maktum melakukan adzan untuk Nabi saw. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Amr, ia berkata bahwa Ibnu Ummi adalah seorang buta yang tidak adzan hingga dikatakan kepadanya bahwa waktu shubuh telah datang.
6.      Meletakan kedua jari (telunjuk) dilubang telingga, karena hal ini dapat mengeraskan suara.[13] Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi. “Dari Abi Juhaifah. Ia berkata: saya lihat Bilal ber-adzan dan saya ikuti mulutnya ke sana dan kesini, sedang dua jarinya di dua (lobang) telinganya.[14]
7.      Hendaknya adzan dilakukan dengan pelan-pelan, yaitu dengan cara diam sebentar setiap antara dua kalimat, dan dalam iqamah hendaknya dilakukan dengan cepat, yaitu dengan menyatukan setiap dua kalimat. Rasulullah saw. berkata kepada Bilal: “Apabila kamu adzan, maka pelan-pelanlah, dan apabila kamu iqamah cepat-cepatlah.”
8.      Adzan dan iqamah hendaknya dilakukan sambil menghadap qiblat, karena para muadzin Rasulullah saw melakukannya sambil menghadap qiblat. Disamping itu karena dalam adzan dan iqamah terkandung munajat kepada Allah, sehingga sebaiknya dilakukan sambil menghadap qiblat.
9.      Adzan hendaknya dilakukan dengan ikhlas, dalam arti tidak mengharapkan upah dari adzan dan iqamah. Hal ini disepakati sebagai kesunahan.
10.  Menurut jumhur selainHanafiyah disunahkan agar jama’ah mempunyai dua orang muadzin, tidak lebih, karena Rasulullah saw. mempunyai dua orang muadzin, yaitu Bilal dan Ibnu Ummi Maktum. Bagi satu masjid boleh hanya mempunyai satu orang muadzin. Namun atas dasar hadits diatas sebaiknya mempunyai dua orang muadzin. Seandainya butuh jumlah muadzin yang lebih banyak, maka boleh sampai empat orang. Karena utsman r.a. mempunyai empat orang muadzin. Apabila suatu masjid mempunyai banyak muadzin, maka sebaiknya adzannya dilakukan secara bergiliran, sebagaimana yang dilakukan oleh Bilal dan Ibnu Ummi Maktum. Sehubungan dengan berbilangnya muadzin boleh jadi tekhniknya masing-masing muadzin melakukan adzan dimenara secara terpisah, menghadap kearah yang berlainan, atau adzan secara bersama-sama serentak di tempat yang sama.
11.  Adzan dilakukan pada awal waktu untuk memberitahukan kepada manusia, sehingga mereka dapat bersiap siaga untuk melakukan shalat.
12.  Boleh menyuruh orang lain untuk mengajak para penguasa agar melakukan shalat.
13.  Disunahkan agar manusia tidak berdiri sebelum muadzin selesai adzannya, melainkan mereka harus sabar sedikit hingga adzan selesai atau mendekati selesai, karena bergerak ketika mendengarkan adzan menyerupai syetan. [15]
14.  Membaca salawat atas Nabi Saw. sesudah selesai adzan, kemudian berdoa dengan doa ini:
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ
 وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ
Artinya: Ya Allah, Tuhan yang mempunyai seruan yang sempurna ini dan shalat yang sedang didirikan ini, berilah Nabi Muhammad saw. derajat yang tinggi dan pangkat yang mulia, dan berilah dia kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya. (riwayat Bukhari dan lain-lainnya)
15.  Disunatkan membaca doa diantara adzan dan iqamah. Sabda Rasulullah saw. “Dari Anas bin Malik. Ia berkata, “Rasulullah telah berkata, ‘Doa (permintaan) diantara adzan dan iqamah tidak ditolak.”(Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi). Pendengar adzan hendaklah turut pula menyebut dengan perlahan-lahan seperti kalimat adzan yang diucapkan oleh muadzin kecuali sewaktu muadzin menyebut kalimat:
حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ

Yang mendengar hendaklah membaca:
لاَحَوْ لَ وَلَاقُوَّة اِلَّا بِا اللهِ
     
Begitu juga yang mendengar iqamah, hendaklah turut membaca apa-apa yang dibaca oleh muadzin, kecuali sewaktu ia membaca:
قَدْ قَامَتِ الصَّلاَةُ
Yang mendengar hendaklah memmbaca:
اَقَامَهَااللهُ وَ اَدَا مَهَا
Sabda Rasulullah Saw.” Apabila kamu mendengar adzan, hendaklah kamu berkataseperti yang dikatakan oleh muadzin.” (riwayat Bukhari dan Muslim). Pada riwayat Muslim dikatakan, kecuali sewaktu mendengar Hayya ‘alas-shalah. Hayya ‘alal-falah, maka yang mendengar hendaklah berkata la haula walaquwwata illa billah.” (riwayat Abu Dawud).[16]



BAB III
PENUTUP

Simpulan
Adzan menurut bahasa adalah pemberitahuan. Sedangkan menurut syara’ adzan ucapan-ucapan khusus yang menjadi tanda masuknya waktu shalat fardhu, atau pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat fardhu dengan lafal-lafal tertentu. Iqamah yaitu memberitahukan kepada jama’ah supaya siap berdiri untuk shalat.
Menurut jumhur ulama (selain Hanabilah), diantaranya Al-Khiraqi al-Hambali, bahwa adzan itu sunnah mu’akadah bagi laki-laki secara jama’ah disetiap masjid, baik untuk shalat lima waktu maupun untuk shalat Jum’at. Adapun Iqamah hukumnya Sunah mu’akkadah, baik dalam shalat fardhu yang dilakukan pada waktuya maupun yang diqadha, munfarid maupun berjama’ah, dan bagi laki-laki maupun wanita menurut jumhur selain Hanabilah. Dalam adzan dan iqamah memiliki beberapa syarat-syarat dan juga sunah-sunah.












Daftar Pustaka
Al zuhaily,Wahbah. 2004. Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka Media Utama.
Hasan, A. 1988. Terjemah Bulughul Maram, Bandung: CV. Diponogoro, 1988.
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Rifa’I, Moh. 2013. Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra





[1] Wahbah al zuhaily, Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka Media Utama, 2004, hlm 47
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm 53
[3] Sulaiman Rasjid, Op.Cit. hlm, 55
[4] Moh. Rifa’I, Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, cet. 2013, hlm 28

[5] Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hlm 53
[6] Moh. Rifa’I, Tuntunan Shalat lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, cet. 2013, hlm 28
[7] Ibid. hlm 30
[8] Wahbah al zuhaily, Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka Media Utama, 2004, hlm 50

[9] Ibid, hlm 73
[10]Ibid, hlm 51
[11] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm 56-57

[12] Wahbah al zuhaily, Fikih Shalat Kajian Berbagai Mazhab, Bandung: CV. Pustaka Media Utama, 2004, hlm 55-56


[13] Ibid. hlm 60-61
[14] A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram, Bandung: CV. Diponogoro, 1988, hlm 125
[15] Op. Cit, Wahbah al zuhaily, hlm 62-65
[16] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994, hlm 59-60

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Individu

WAKAF, HIBAH, SEDEKAH, DAN HADIAH

Sejarah Peradaban Islam Masa Nabi Muhammad Saw.

makalah pengertian pendidikan

MAKALAH PERKEMBANGAN MASA ANAK-ANAK