KUMPULAN MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR i
DAFTAR
ISI ii
Bab 1 Pendidikan
Islam Pada Masa Rasulullah saw Di Makkah 1
A.
Pendahuluan 1
B.
Pendidikan Islam Pada Zaman Nabi Muhammad Saw.
Di Makkah 1
C.
Pendidikan Dan Pengajaran Islam Yang Di Berikan
Nabi Muhammad
saw. Pada Periode Makkah 2
D.
Simpulan 8
Bab II Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah Di Madinah 9
A. Pendahuluan 9
B. Pendidikan Islam Pada Masa Nabi saw. Di Madinah 9
C.
Simpulan 21
Bab III Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Abu Bakar
Ash-Shiddiq
(632-634) 23
A.
Pendahuluan 23
B.
Pendidikan Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq 632-634) 23
C.
Simpulan 31
Bab IV Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin
Khathab 32
A. Pendahuluan 32
B. Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin Khathab 32
C. Simpulan 40
Bab V Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Khalifah Utsman Bin Affan 41
A.
Pendahuluan 41
B.
Biografi Khalifah Utsman Bin Affan 41
C.
Visi dan Misi Sistem Pendidikan Islam Pada Masa
Khalifah Utsman Bin Affan 43
D.
Pendidik 45
E.
Peserta Didik 46
F.
Lembaga Pendidikan 49
G.
Metode Pembelajaran 50
H.
Simpulan 52
Daftara
Pustaka 53
BAB
I
PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW
DI
MAKKAH
A.
Pendahuluan
Makkah adalah kota suci umat Islam
tempat berdirinya kabah . Tempat umat Islam melaksanakan ibadah haji yang
merupakan rukun kelima Islam dan tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. Secara
geografis makkah terletak antara kira kira 300 Meter diatas permukaan laut
39-28 Bujur Timur dan 21-27 lintang utara. sejak dahulu Makkah menjadi tempat
persinggahan para khalifah yang mengadakan perjalanan antara para khafilah yang
menggadakan perjalanan antara yaman selatan dan syam /palestina diutara.
B.
Pendidikan Islam Pada Zaman Nabi
Muhammad Saw. Di Makkah
Pendidikan yang berlangsung di
Makkah atau sebeluh hijrah dapat di ketahui melaului visi, misi ,tujuan sasaran
(murid) ,pendidik ,kurikulum , metode, pendekatan dalam pembelajaran, sarana
dan evaluasi penjelasan sebagai berikut:
1.
Visi
Visi pendidikan di makkah atau sebelum hijrah adalah “unggul dalam
bidang aqidah dan akhlak sesuai dengan tujuan Islam, visi ini sejalan dengan
ayat Al-Qur’an yang turun di makkah yang berkaitan dengan pengetahuan dasar
mengenali sifat dan af’al (perbuatan) Allah, misalnya dalam surat
Al-Ikhlas. Ayat- ayat yang turun di makkah berisi mengenai keterangan –
keterangan berisi mengenai dasar -dasar akhlak Islamiyah.
2.
Misi
Misi pendidokan yang berlangsung di makkah dapat di kemukakan
sebagai berikut:
a)
Memperkuat
dan memperkukuh status dan kepribadian Muhammad sebagai Nabi dan Rasulullah
saw. yang memiliki aqidah dan keyakinan yang kukuh terhadap pertolongan Allah SWT, berbudi pekerti mulia ,dan
memiliki komitmen yang tinggi untuk menegakan kebenaran dimuka bumi.
b)
Memberikan
bimbingan kepada Nabi Muhammad saw. dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik dan mengembangkan misi kebenaran.
c)
Memberikan
peringatan dan bimbingan akhlak mulia kepada keluarga dan kerabat dekat Nabi
Muhammad saw.[1]
3.
Tujuan
Pendidikan
Adapun tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang beriman
bertaqwa dan berakhlak mulia, sebagai landasan bagi mereka dalam menjalani
kehidupannya dalam bidang social, ekonomi ,politik, dan budaya. Tujuan ini
sejalan dendan diturunkanya Al-Qur’an yang antara lain untuk memberikan
petunjuk bagi orang-orang yang beriman, menyembuhkan mentalnya yang sakit,
mengeluarkan manusia dari kesesatan menuju jalan terang benerang , mengubah
mental khaliliyah ,menjadi mental yang cerdas dan mempersatukan manusia dari perpecahan
dan peperangan.
C.
Pendidikan Dan Pengajaran Islam Yang Di Berikan Nabi Muhammad Saw. Pada Periode Makkah
1. Tenaga Pendidik (Guru)
Yang menjadi pendidik di Makkah pada saat itu adalah Nabi Muhammad
saw. sendiri. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT sebagaimana dalam
firmanya, yang artinya ”ya tuhan kami ,
utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka yang membacakan kepda
mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab ( Al-Qu’ran)
dan hikma serta mensucikan mereka sesungguhnya Engkaulah yang Mah perkasa lagi
Maha Bijaksana.”(QS al- Baqarah(2):129)
2. Peserta Didik (Murid)
Peserta didik di Makkah bermula dari keluarga dekat yang selanjutnya
diikuti oleh keluarga agak jauh dan masyarakat pada umumnya .Mereka itu adalah
Khadijah, Abubakar, Alibin Abi Thalib,Zaid,dan Ummu Aiman. selain itu yang
menjadi peserta didik adalah penduduk yastrib yang berhaji ke Makkah.
3. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan di Makkah berisi materi pengajaran yang
berkaitan dengan aqidah akhlak mulia dalam arti luas . yakni aqidah yang dapat mengubah
keyakinan dan pola pikir masyarakat yang semula mempertahankan benda-benda yang
tidak berdaya sebagai tempat memohon sesuatu, meyakini adanya Allah SWT yang
memiliki sifat kesempurnaan dan jauh dari sifat-sifat kekurangan dan sebagai
pencipta segala sesuatu yanga ada dialam jagat raya unntuk kepentingan manusia.
a)
Pendidikan
I’tikad Dan Keimanan
Pokok yang pertama dan utama dalam Islam ialah beriman dan
mengitiqadkan adanya Allah . ialah tuhan segala sesuatu dan Tuhan Semesta alam
(Rabbul ‘alamin), Segala sesuatu dalam alam wujud, baik di bumi atau di langit
adalah makhluk (ciptaan) Allah dan tunduk dibawah perintah dan kekuasaanya.
b)
Pendidikan
Ibadat
Amal ibadat yang diperlukan Allah di Makkah adalah sembahyang
(shalat), sebagai persyaratan mengabdikepada Allah yang ikhlas hati
menyembahnya. Bahkan sebagai mengucapkan terimakasih dan syukur kepada Allah
atas nikmat-Nya yang tidak terhitung bannyaknya . Selain itu faidah sembahyang
ialah untuk membersihkan jiwa dan memperhubunngkan hati kepada Allah serta
mengingatkannya. Dengan demikian sembhyang itu akan mencegah manusia berbuat
dosa dan yang keji-keji.
c)
Pendidikan
akhlak
Selain keimanan dan amal ibadat tersebut diatas nabi menganjurkan
akhlak yang baik dan dilarang melakukan yang jahat. Diantara akhlak baik yang
dianjurkan Nabi masa di Makkah adalah :
1)
Adil
yang mutalk,meskipun dalam keluarga ataupun diri sendiri.
2)
Berbuat
kebaikan kepada orang dengan monolog dan membantu
3)
Menepati
janji ,tepat pada waktunya
4)
pemaaf yaitu memberi maaf kepada orang yang
bersalah bila ia meminta maaf.
5)
Takut
kepada Allah semata-mata dan tiada takut kepda berhaladan sebagainya.
6)
Syukur
dan terimakasih kepda Allah atas nikmatnya yang tidak terhingga nikmatnya.
7)
Bersatu
pada menegakana agama dan tidak tidak boleh bergolong- golong
8)
Berbuat
kebaikan kepada ke dua orang tua baik ibu maupun bapak.
9)
Memberi
makan kepada keluarga ,orang miskin orang muyafir dam perjalanan.
10)
Hidup
sederhana.
11)
Menyempurnakan
sukatan dan timbangan menggantang sama penuh, mengurangi timbangan
12)
Berhati
sabar dan tabah atas segala cobaan yang menimpa.
13)
Menyuruh
dengan yang maruf dan melarang dari yang menukar
Diantra Akhlak yang jahat yang dilarang Nabi masa di Makkah adalah:
1)
Mempersekutukan
Allah dengan berhala dan sebagainya
2)
Membunuh anak sendiri karna takut miskin
3)
Membunuh
orang dengan tidak hak
4)
Mengambil
harta anak yatim, kecuali untuk keperluan anak itu sendiri
5)
Mengurangkan
sekutan atau timbangan
6)
Berzina
7)
berkata
kasar terhadap kedua orang tua baik ibu maupun bapak
8)
Mubadzir
9)
Berlaku
bakhil dan pemboros
10)
Membicarakan
soal tanpa ilmu pengetahuan.
11)
Beralku
sombong terhadap sesame manusia
12)
Bergolong
golong dalam agama[2]
Pendidikan masa Nabi itu ada, hal ini dapat dibuktikan berdasarkan
fakta dan realita dan data-data historis diantaranya:
1)
Al-
Qur’an dan Hadist yang merupakan sumber pokok ajaran Islam.
2)
Adapun
suatu fakta yang menunjukan bahwa terjadinya suatu perbuatan yang radikal sebagai
aikbat dari Risalah Nabi Muhammad saw.
3)
Tindakan
Nabi terhadap tawanan perang untuk mendapatkan kebebasan disyariatkan mengajar
tulis baca kepada kaum muslimin.
4)
Adanya
bukti –bukti historis eberapa peningalan-peninggalan seperti adanya Gua tsur,Gua
hira , Masjid Nabawi Masjid Kuba, Kuburan Nabi dan sebagainya.[3]
4. Visi Dan Misi Tujuan pendidiakan
a)
Memantapkan
dan Meyakinkan dan kepatuhan kepada Nabi Muhammad saw.
b)
Menumbuhkan
sarana dan parasarana
c)
Menumbuhkan
semangat cinta tanah air
d)
Melahirkan
kadaer para pemimpin umat
5. Lembaga Pendidikan
Rumah merupakan tempat pendidikan awal yang diperkenalkan ketika
Islam mulai berkembang di Makkah . Rasulullah saw. menggunakan rmah Arqam bin
Abi al-arqam al-Safa sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para
sahabat.
6. Metode Dan Pembelajaran
Pengajaran dan pendidikan yang digunakan menggunakan berbagai
metode yang sesuai dengan fitrah manusia yakni, sebagai makhluk yang memiliki
berbagai kekurangan dan kelebihan, untuk itu terkadang Nabi Muhammad saw
menggunakan metode ceramah, diskusi ,musyawarah, Tanya jawab, bimbingan
tauladan,demonstrasi, betcerita, hafalan , penugasan dan bermain peran.
7. Pembiyayan Dan Fasilitas Pendidikan
Sumber pembiyayan pendidikan di Makkah berasal dari bantuan harta benda
dan matrial yang diberikan oleh isti Rasulullah saw. Siti Khadijah, bin
Khuwalid dan sebagian teman dan sahabat dekat rasulullah saw. seperti Abu
bakar, Ali bin Abi thalib dan Arqam.
8. Evaluasi Dan Lulusan Pendidikan
Pendidikan
di Makkah sebagai pendidik yang mat sederhana .Evaluasi dan pemberian ijazah di
Makkah sebagai mana yanag di kenal pada saat ini belum ada di Makkah pada saat
itu.Subtitnsi evaluasi dan lulusan sesungguhnya sudah ada.Ujian tersebut tidak
dalam bentuk verbal atau penguasaan materi pelajaran tetapi lebih ditekankan
pada pengalaman ajaran yang disampaikan Rasulullah.[4]
D.
Simpulan
Pendidikan Islam pada zaman Rasulullah
saw. di Makkah dapat diketahui melalui visi,misi tujuam sasaran murid ,Guru,
Kurikulum, medote pendekatan dalam pembeljaran ,sarana prasarana,dan
Evaluasi.yang mana visi pendidikan di Makkah ialah” Unggul dalam bidang akidah
dan akhlak sesuai dengan nilai-nilai Islam”.
Sedangkan sasarannya (Peserta didiknya) adalah
bermula dari keluarga dekat yang selanjutnya diikuti oleh keluarga agak jauh
dan masyarakat pada umumnya. Mereka itu adalah khadijah, Abu bakar, Ali bin Abi
Thalib, Zaid, dan Ummu aiman, Selain itu yang menjadi sasaran atau peserta
didik adalah sejumlah penduduk Yastrib yang berhaji ke Makkah .Dan pendidik
disini langsung Nabi Muhammad saw. sedangkan lembaga yang digunakanya pada saat
itu adalah rumah, dan metode yang digunakan Nabi Muhammad itu diantaranya
ceramah ,diskusi dan main peraran.
BAB II
SISTEM PENDIDIKAN
ISLAM PADA MASA
RASULULLAH DI
MADINAH
A.
Pendahuluan
Pendidikan mempunyai arti
penting bagi kehidupan manusia, juga diakui sebagai kekuatan yang dapat
membantu masyarakat mencapai kemegahan dan kemajuan peradaban, tidak ada suatu
prestasi pun tanpa peranan pendidikan. Kejayaan Islam di masa klasik telah
meninggalkan jejak kebesaran Islam di bidang ekonomi, politik, intelektualisme,
tradisi-tradisi, keagamaan, seni, dan sebagainya, tidak terlepas dari dunia
pendidikan, begitu pula dengan kemunduran pendidikan Islam, telah membawa Islam
berkubang dalam kemundurannya.
Kajian tentang pendidikan
Islam pada masa Rasulullah saw. amatlah penting untuk ditelaah kembali sebagai
rujukan dan pijakan dalam melaksnakan pendidikan di masa kini dan masa yang
akan datang, agar norma-norma dan nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh
selamanya. Profil Rasulullah saw. baik sebagai peserta didik atau murid maupun sebagai pendidik atau guru,
potret Rasulullah ini merupakan motivasi dan panduan bagi umat Islam dalam
melajutkan pendidikan. Proses pendidikan tidak terlepas dari dua komponen dari
pendidik dan peserta didik, dalam hal pendidikan Islam Rasulullah saw. adalah pendidik pertama dan utama dalam dunia pendidikan Islam. Proses
transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan
bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar
biasa, yang manusia apapun dan dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Hasil pendidikan Islam periode Rasulullah saw. terlihat dari kemampuan
murid-muridnya (para shabat) yang luar biasa. Misalnya, Umar bin Khatthab
sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadis, Salman Al-Farisi
ahli perbandingan agama, dan Ali bin Abi Thalib ahli hukum dan tafsir, dan kesinambungan
pendidikan Islam yang dirintis Rasulullah SAW. berlanjut sampai pada periode
tabi’in, dan terbukti ahli ilmuan bertambah banyak bermunculan. Gambaran dan
pola pendidikan Islam di periode Rasulullah saw. pada fase Mekah dan
Madinah merupakan sejarah masa lalu yang perlu diungkapkan kembali, sebagai
bahan pertimbangan, sumber gagasan, gambaran strategi dalam menyukseskan
pelaksanaan pendidikan Islam.
B.
Pendidikan Islam Pada Masa Nabi Saw. Di Madinah
Madinah adalah sebuah kota dalam wilayah kekuasaan pemerintah kerajaan Arab Saudi sekarang. Kota ini di kenal sebagai tanah suci kedua
umat Islam. Pada zaman Nabi Muhammad saw. dan al-khulafa
al-rasyidin, kota ini menjadi pusat dakwah, pusat pengajaran dan pemerintahan
Islam. Dari kota inilah Islam memancar ke seluruh penjuru semenanjung Arab dan
kemudian ke seluruh dunia.
Sebelum nabi hijrah ke Madinah, nama kota itu adalah Yatsrib. Setelah Nabi saw. hijrah, pada tanggal 22 September 622 M, kota itu di ubah namanya menjadi
Madinah al-Nabi atau al-Madinah al-Munawwaroh.
Dari segi ekonomi dan politik, kedudukan Yahudi di kota Yatsrib dianggap
sebagai yang paling kuat di kalangan penduduk. Bahkan mereka pernah mengontrol
politik di Yatsrib. Pengaruh yahudi baru berkurang setelah kedatangan suku Aus
dan Khajraz. Baru pada abad ke-6, orang Arab berhasil melepaskan diri dari
ketergantungan kaum Yahudi. Dan dari keadaan ini, Nabi Muhammad saw. memiliki
peluang untuk melakukan penataan berbagai bidang kehidupan seperti: sosial,
ekonomi, politik, hukum, kebudayaan, dan pendidikan berdasarkan nilai-nilai
ajaran Islam, situasi di kota Madinah yang demikian itu selanjutnya memebrikan
pengaruh yang signifikan dalam bidang pendidikan.
Setelah Nabi serta sahabat-sahabatnya (Muhajirin) hijrah ke
Madinah, usaha nabi yang pertama adalah mendirikan mesjid. Nabi sendiri bekerja
membangun masjid itu bersama-sama sahabatnya. Di samping masjid didirikan rumah
tempat tinggal Nabi. Disalah satu penjuru mesjid disediakan untuk tempat
tinggal orang-orang miskin yang tidak mempunyai rumah. Setelah selesai
pembangunan itu, maka di masjid itulah Nabi mendirikan sembahyang berjama’ah.
Bahkan di masjid itu lah Nabi membacakan Al-Qur’an dan memberikan pendidikan
dan pengajaran Islam. Begitu juga di mesjid itulah Nabi bermusyawarah dengan sahabat-sahabat-nya.
Pendidikan pertama yang dilakukan Nabi, ialah memperkuat persatuan kaum
muslimin dan mengikis habis-habisan sisa-sisa permusuhan persukuan. Lalu nabi
mempersatukan dua orang. Mula-mula di antara sesama Muhajirin, kemudian di
antara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persatuan itulah
persaudaraan kaum muslimin bertambah kokoh.[5]
Setelah selesai Nabi mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi
bersaudara, lalu Nabi mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk
Madinah. Dalam perjanjian itu di tegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabt dengan
Kaum muslimin, tolong menolong, bantu membantu, terutama bila ada serangan
musuh terhadap Madinah. Mereka harus mempertahankan negeri bersama-sama kaum
muslimin. Dalam pada itu kaum Yahudi akhirnya merdeka memeluk agamanya dan
bebas beribadat menurut kepercayaanya.[6]
Hijrah dari Makkah ke Madinah bukan hanya
sekedar berpindah dan menghindari diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy
dan penduduk Makkah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek
moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan
menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga
akhirnya nanti terbentuk masyarakat baru yang di dalamnya bersinar kembali
mutiara tauhid warisan Ibrahim yang akan disempurnakan oleh Muhammad saw.
melalui wahyu Allah.[7]
Berbeda dengan periode di
Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam
yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi
Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga
sebagai kepala Negara.
Nabi Muhammad saw. mulai
meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara intern
(ke dalam), dan ke luar diakui dan disegani oleh masyarakat lainnya (sebagai
satu kesatuan politik). Dasar-dasar tersebut
adalah:
1). Nabi
Muhammad saw. mengikis habis sisa-sisa
permusuhan dan pertentangan anatr suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan
diantara mereka.nabi mempersaudarakan dua-dua orang, mula-mula diantara sesama
Muhajirin, kemudian diantara Muhajirin dan Anshar. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah kokohlah persatuan kaum muslimin.
2). Untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi Muhammad menganjurkan kepada kaum
Muhajirin untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan pekerjaan
masing-masing seperti waktu di Makkah.
3). Untuk
menjalin kerjasama dan saling menolong dlam rangka membentuk tata kehidupan
masyarakat yang adil dan makmur, turunlah syari’at zakat dan puasa, yang
merupakanpendidikan bagi warga masyarakat dalam tanggung jawab sosial, bnaik
secara materil maupun moral.
4). Suatu
kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat
baru di Madinah, adalah disyari’atkannya media komunikasi berdasarkan wahyu,
yaitu shalat juma’t yang dilaksanakan secara berjama’ah dan adzan. Dengan
sholat jum’at tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara
langsung mendengar khutbah dari Nabi Muhammad saw. dan shalat jama’ah
jum’at.
Rasa harga diri dan
kebanggaan sosial tersebut lebih mendalam lagi setelah Nabi Muhammad saw. menapat wahyu dari Allah untuk memindahkan kiblat dalam shalat dari
Baitul Maqdis ke Baitul Haram Makkah, karena dengan demikian mereka merasa
sebagai umat yang memiliki identitas.
Selesai Nabi
Muhammad mempersatukan kaum muslimin, sehingga menjadi bersaudara, lalu Nabi
mengadakan perjanjian dengan kaum Yahudi, penduduk Madinah. Dalam perjanjian
itu ditegaskan, bahwa kaum Yahudi bersahabat dengan kaum muslimin,
tolong-menolong, bantu-membantu, terutama
bila ada seranga musuh terhadap Madinah. Mereka harus memperhatikan
negri bersama-sama kaum Muslimin, disamping itu kaum Yahudi merdeka memeluk
agamanya dan bebas beribadat menurut kepercayaannya. Inilah salah satu
perjanjian persahabatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
1. Pendidik
Pendidik di Madinah pada saat itu adalah Nabi Muhammad saw. sendiri yang pada tahap selanjutnya di bantu oleh para sahabatnya. Syaikh Ahmad farid dalam bukunya Min A’lam al-salaf, menyebutkan adanya
sejumlah sahabat sebanyak 60 orang. Di antaranya Abu Bakar al-Shiddiq, Usman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Siti Aisyah, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, Anas
bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr.[8]
2. Peserta didik
Peserta didik di Madinah jauh lebih banyak dibandingkan dengan peserta
didik di Mekkah. Hal ini terjadi, karena ketika di Madinah, Nabi Muhammad saw.
sudah memiliki otoritas yang lebih luas, baik sebagai kepala agama, maupun
sebagai kepala negara.
Peserta didik di Madinah di antaranya, Masruq bin al-Ajda’, Saib bin
al-Musayyab, Urwah bin Zubair, Said bin al-Jubair, Umar bin Abdul Aziz, Amir
bin Syarahil, Thawus bin Kaisan, al-Hasan al-Bishri, Muhammad bin Sirin, Imam
al-Zuhri, Ayyub bin Sakhtiani, Sulaiman bin Mihran, Abu Hanifah an-Nu’man bin
Tsabit, Abdurrahman bin Amr al-Auza’i, Sufyan al-Tsauri, Muhammad bin Zaid,
Malik bin Anas, dan Waqi’ bin al-Jarrah.[9]
3. Materi
Pendidikan
a)
Pendidikan Sosial Politik dan Kewarganegaraan
Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam
prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang
turun Selama periode Madinah. Tujuan pembinaan adalah agar secara berangsur-angsur,
pokok-pokok pikiran konstitusi Madinah diakui dan berlaku bukan hanya di
Madinah saja, tetapi luas, baik dalam kehidupan bangsa Arab maupun dalam
kehidupan bangsa-bangsa di seluruh dunia.
b)
Pendidikan Anak Dalam Islam
Dalam Islam, anak merupakan pewaris ajaran Islam yang dikembangkan oleh
Nabi Muhammad saw. dan gnerasi muda muslimlah yang akan melanjutkan misi
menyampaikan Islam ke seluruh penjuru alam. Oleh karenanya banyak peringatan-peringatan dalam Al-Qur’an berkaitan
dengan itu. Diantara peringatan-peringatan
tersebut antara lain:
1)
Pada surat At-Tahrim ayat 6 terdapat peringatan agar kita menjaga diri dan
anggota keluarga (termasuk anak-anak) dari kehancuran (api neraka).
2) Pada surat An-Nisa ayat 9, terdapat agar janagan meninggalkan anak dan
keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
3) Pada surat Al-Furqan ayat 74, Allah SWT memperingatkan bahwa orang yang
mendapatkan kemuliaan antara lain adalah orang-orang yang berdo’a dan memohon
kepada Allah SWT, agar dikaruniai keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan
hati.
Adapun garis-garis besar
materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam surat Luqman
ayat 13-19 adalah sebagai berikut:
a)
Pendidikan Tauhid
b)
Pendidikan Shalat
c)
Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat
d)
Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga
e)
Pendidikan kepribadian
f)
Pendidikan kesehatan
4. Lembaga Dan Sistem Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam ada dua macam atau dua tempat, yaitu : Darul
Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab. Dalam Sejarah Pendidikan Islam, istilah
Kuttab telah dikenal dikalangan bangsa Arab pra-Islam. Ahmad Syalaby mengatakan
bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi
mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar
gurunya adalah non muslim Kuttab jenis pertama ini merupakan
lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya
pendidikan Kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan
sekitar Masjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah
puisi atau pepatah-pepatah Arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik.
Adapun penggunaan Al-Qur’an sebagai teks dalam Kuttab baru
terjadi kemudian, ketika jumlah kaum Muslim yang menguasai al-Qur’an telah
banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kehalifahan Utsman
bin Affan. Kebanyakan guru Kuttab pada masa awal Islam adalah
non muslim, sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis yang jumlahnya masih
sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Kedua, sebagai pengajaran
Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an pada
jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’
dan huffadh (ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak).
Guru yang mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini
merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama, setelah siswa
memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini siswa diajari
pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika
bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab yang dimiliki
oleh orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya adalah
menunggang kuda dan berenang.
Ketika Rasulullah saw. dan para sahabat hijrah
ke Madinah, salah saatu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan
sebuah
masjid. Meslipun demikian,
eksistensi Kuttab sebagai lembaga pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah
hijrah ke Madianah. Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring
dengan semakin banyaknya wahyu yang diterima Rasulullah saw. misalnya materi
jual beli, materi keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang
sudah biasa dipakai di Mekah seperti materi tauhid dan akidah.
5. Metode Pengajaran
Metode pengajaran ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan
dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu, peranan
metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan
belajar. Dengan metode diharapkan tumbuh dengan berbagai kegiatan belajar siswa
sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah
interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru-guru berperan sebagai penerima
atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing.
Proses ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan
guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat
menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para
sahabatnya, Rasulullah saw. menggunakan
bermacam-macam metode. Hal itu dilakukan untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan
siswa. Di antara metode yang diterapkan Rasulullah adalah :
a)
Metode ceramah
b)
Metode dialog, misalnya dialog anatara Rasulullah dengan Mu’adz ibnu Jabal
ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi di negeri Yaman.
c)
Metode diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulullah
tentang suatu hukum, dan Rasulullah menjawabnya.
d)
Metode diskusi, misaalnya antara Rasulullah dan para sahabatnya tentang
hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang Badar.
e)
Metode demonstrasi, misalnya hadis Rasulullah “ Sembahyanglah kamu
sebagaimana kamu melihat aku sembahyang “
f)
Metode aksprimen, metode sosiodrama, dan bermain peranan.
Selanjutnya, metode
pendidikan akhlak yang disampaikan oleh Nabi dengan membacakan ayat-ayat
Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat dahulu kala, supaya diambil pengajaran
dan ikhtibar dari kisah itu. Orang taat dan patuh mengikuti Rasulullah, akan
dapat kebahagiaan, dan orang durhaka akan mendapat siksa, seperti kisah Qarun
yang bakhil, dan kisah Musa yang berbuat baik kepada putri Nabi Syu’aib dan
lain-lain.
Disamping dengan metode
kisah, pendidikan akhlak juga dilakukan dengan metode penegasan dan Uswatun
Hasanah,
Misalnya dengan menjelaskan kriteria
orang-orang munafik dan akibatnya, dan mempersaudarakan antara kaum Ansar
dengan Muhajirin. Metode-metode akhlak yang diterapkan Rasulullah saw. sangat berbekas didalam pola tingkah laku para sahabat. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi umat pada saat itu yang betul-betul patuh dan taat kepada Rasulullah
saw. Persaudaaraan di antara mereka kaun Ansar dan Muhajirin terbina dengan
rapat dan kokoh, dan penuh kasih sayang.
Sedangkan memberikan
materi pendidikan dapat tergambar dari sikap Rasulullah saw. ketika terjadi prosess pembelajaran antara Jibril yang berperilaku
sebagai murid dan Rasulullah sebagai pendidik. Konsep tersebut
dapat tegambar dari apa yang telah dikemukakan oleh Najib Khalid Al-Amr, dengan
mengutip suatu hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab. Hadis tersebut
menggambarkan bahwa wibawa, kondisi, situasi,sikap dan sifat, serta posisi Rasulullah
saw. sebagai guru menggambarkan sosok pendidik yang menguasai strategi dan
metode pendidikan. Rasulullah duduk di hadapan Jibril membawa pertanyaan sesuai
dengan kemampuannya. Apabila persoalan tidak diketahui jawabannya secara pasti,
maka Rasulullah tidak malu untuk mengatakan tidak tahu. Rasulullah mendengarkan
secara seksama dan teliti terhadap pertaanyaan yang diajukan oleh Jibril,
sehingga beliau mampu menjawabnya dengan tepat pula. Hal ini menggambarkan
kondisi pelaksanaan pendidikan yang kondusif.[11]
6. Evaluasi
Pendidikan
Dalam menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau kadar
penguasaan sahabat terhadap mata pelajaran, Nabi saw. juga mengevaluasi
sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabat, Rasulullah mengetahui
kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan
tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rasulullah sering
mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruhpara sahabat membacakan
ayat-ayat al-Qur’an dihadapannya dengan membetulkan hafalan dan bacaan mereka
yang keliru.
Jika dilihat dari teori taksonomi Benjamin S. Bloom, maka jelaslah bahwa psychological domains yang dijadikan
sasaran evaluasi Nabi sebagai pelaksana perintah Tuhan sesuai wahyu yang
diturunkan kepada beliau lebih menitikberatkan pada kemampuan dan kesediaan
manusia mengamalkan ajaran-Nya, dimana faktor psikomotorik menjadi tenaga
penggeraknya.Disamping itu, faktor konatif (kemauan) juga dijadikan sasarannya
(konatif-psikomotorik).
Adapun sistem pengukurannya (measurement)
yang digunakan Nabi sendiri tidak menggunakan laboratorial seperti dalam dunia
ilmu pengetahuan modern sekarang. Namun, prinsip-prinsipnya menunjukan bahwa measurement juga terdapat dalam Hadist
Nabi. Nabi melakukan pengukuran terhadap perilaku-perilaku manusia dengan
tanda-tanda seseorang yang beriman ialah mencintai orang lain sesama muslim,
seperti mencintai dirinya sendiri. Ketika menyaksikan mungkar, ia berusaha
mengubah dengan kekuatan fisiknya, lisannya atau dengan hatinya, tetapi yang
terakhir ini menunjukkan selemah-lemahnya iman. Ukuran munafik ada tiga; (1)
bila bicara pasti dusta; (2) bila berjanji ia mengingkarinya; (3) jika diberi
amanat ia berkhianat. Ukuran orang kafir, antara lain tidak mensyukuri nikmat
Allah, mencaci maki keturunan dan meratapi mayat, dan sebagainya. Jadi, sistem
pengukuran Nabi terhadap perilaku manusia bukan secara kuantutatif (dengan
angka), akan tetapi kualitatif.[12]
C. Simpulan
Pendidik di Madinah pada saat itu adalah Nabi Muhammad saw. sendiri yang pada tahap selanjutnya di bantu oleh para sahabatnya. Syaikh Ahmad farid dalam bukunya Min A’lam al-salaf, menyebutkan adanya
sejumlah sahabat sebanyak 60 orang. Di antaranya Abu Bakar al-Shiddiq, Usman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Siti Aisyah, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, Anas
bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr.
Peserta didik di Madinah di antaranya, Masruq bin al-Ajda’, Saib bin
al-Musayyab, Urwah bin Zubair, Said bin al-Jubair, Umar bin Abdul Aziz, Amir
bin Syarahil, Thawus bin Kaisan, al-Hasan al-Bishri, Muhammad bin Sirin, Imam
al-Zuhri, Ayyub bin Sakhtiani, Sulaiman bin Mihran, Abu Hanifah an-Nu’man bin
Tsabit, Abdurrahman bin Amr al-Auza’i, Sufyan al-Tsauri, Muhammad bin Zaid,
Malik bin Anas, dan Waqi’ bin al-Jarrah.
Materi pendidikannya yaitu: Pendidikan Sosial Politik dan Kewarganegaraan, materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu adalah
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam
prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun
Selama periode Madinah. Pendidikan Anak
Dalam Islam, di antaranya: Pendidikan Tauhid, Pendidikan Shalat, Pendidikan adab sopan dan santun dalam bermasyarakat, Pendidikan adab dan sopan santun dalam keluarga, Pendidikan kepribadian,
Pendidikan kesehatan dan Pendidikan akhlak.
Lembaga pendidikan Islam ada dua macam atau dua tempat, yaitu : Darul
Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab.Untuk menciptakan suasana kondusif dan
menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya, Rasulullah SAW. menggunakan
bermacam-macam metode. Hal itu dilakukan untuk menghindari kebosanan dan
kejenuhan siswa. Di antara metode yang diterapkan Rasulullah adalah : Metode
ceramah, Metode dialog, Metode diskusi atau tanya jawab, Metode diskusi, Metode
demonstrasi, Metode aksprimen, Metode sosiodrama, dan bermain peranan.
Nabi melakukan pengukuran terhadap perilaku-perilaku manusia dengan
tanda-tanda seseorang yang beriman ialah mencintai orang lain sesama muslim,
seperti mencintai dirinya sendiri. Ketika menyaksikan mungkar, ia berusaha mengubah
dengan kekuatan fisiknya, lisannya atau dengan hatinya, tetapi yang terakhir
ini menunjukkan selemah-lemahnya iman.
BAB III
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH
ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ (632-634)
A.
Pendahuluan
Pendidikan
Islam merupakan suatu hal yang paling utama bagi warga suatu negara, karena
maju dan keterbalakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya
tingkat pendidikan warga negaranya. Pendidikan Islam bersumber dari Al-Qur’an
dan hadis adalah untuk membentuk manusia yang seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada allah SWT, dan untuk memelihara
nilai-nilai kehidupan sesama manusia agar dapat menjalankan seluruh
kehidupannya, sebagaimana yang telah ditentukan allah dan rasul-Nya, demi
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat atau dengan kata lain. Untuk
mengembalikan manusia kepada fitrahnya, yaitu memanusiakan manusia, supaya
sesuai dengan kehendak Allah yang menciptakan sebagai hamba dan khalifah di
muka bumi.
Pada
masa Nabi, negara Islam meliputi seluruh penjuru jazirah arab dan pendidikan
Islam berpusat di Madinah, setelah Rasulullah wafat kekuasaan pemerinthan Islam
dipegang oleh khulafaur rasyidin dan wilayah Islam telah meluas di luar jazirah
arab. Para khalifah ini memusatkan perhatiannya kepada pendidikan,syiarnya
agama, dan kokohnya negara Islam.
B.
Pendidikan Pada Masa Khalifah Abu Bakar As-Sidiq (632-634)
Abu
Bakar Ash-Shiddiq adalah Abdullah bin
Ustman bin Amir Bin ‘Amr bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murrah At Taimi. Pada
zaman jahiliyah ia dinamai Abdul Ka’bah, kemudian Rasulullah menamainya
Abdullah, dia pun dijuluki Atiq’ juga Ash shiddiq karena bergegas membenarkan
kerasulan Rasulullah terutama keesokan hari dari peristiwa Isra.
Abu
bakar dilahirkan di Mekkah dua tahun beberapa bulan sesudah tahun gajah. Dia terkenal sebagai seorang yang berperilaku
terpuji dan terkenal sebagai seorang yang pandai menjaga kehormatan diri.Dia
tidak pernah minum arak yang sangat membudaya pada zaman jahiliyah. Sebagaimana dia pun seorang yang terpandang
dikalangan penduduk mekkah pada zaman jahiliyah, seorang ahli silsilah dan
sejarah bangsa arab. Dimasa mudanya dia saudagar kaya yang memeliki capital
stock mencapai empat puluh ribu dirham. Dialah orang yang pertama masuk
Islam dari kalangan kaum laki-laki dan sesudah menjadi seorang muslim yang dia
terkenal sebagai orang yang bergegas meninggalkan dunia dagang untuk memusatkan
diri dalam kegiatan dakwah Islamiyah bersama Rasuullah.
Ketika
Rasulullah menetap di Madinah Abu bakar adalah tangan kanan beliau. Rasulullah
telah member anugrah khusus kepadanya dimana selain dia tidak ada yang
memperoleh anugrah istimewa tersebut. Oleh Ibnu Khaldun dia dikemukakan:
“sekalipun Rasulullah biasa berdialog dan bermusyawarah dengan para sahabatnya,
baik dalam urusan yang bersifat umum maupun khusus, tetapi secara khusus beliau
suka bermusyawarah bersama Abu Bakar dalam hal-hal yang bersifat khusus”.[13]
Setelah
nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam Abu Bakar as-Sidiq
sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat setelah nabi wafat
untuk menggantikan nabi dan melanjutkan tugas-tugas sebagi pemimpin agama dan
pemerintahan.
Masa
awal kekhalifan Abu Bakar diguncang pemberontakan oleh orang-orang murtad,
orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang enggan membayar
zakat. Berdasarkan
hal ini Abu Bakar memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang
dapat mengacaukan keamanan dan memengaruhi orang-orang Islam yang masih lemah
imannya untuk menumpas para pemberontak di Yamamah.Dalam penumpasan ini banyak
umat Islam yang gugur, yang terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para
hafiz Al-Qur’an, sehingga mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur’an.Oleh
karena itu, Umar bin Khattab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk mengumpulkan
ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian untuk merealisasikan saran tersebut diutuslah
Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua tulisan Al-Qur’an.Pola pendidikan pada
masa Abu Bakar masih seperti pada masa Nabi, baik dari segi materi maupun
lembaga pendidikannya.
Pelaksanaan
pendidikan Islam pada masa khalifah abu bakar ini adalah sama dengan pendidikan
Islam yang dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun lembaga
pendidikannya.
Dari
segi materi pendidikan Islam terdiri dari:
1)
Pendidikan
keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalah Allah.
2)
Pendidikan
akhlaq, yaitu seperti adab masuk rumah orang,sopan santun bertetangga,bergaul
dalam masyarakat.
3)
Pendidikan
ibadah, yaitu seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji.
4)
Pendidikan
kesehatan, yaitu seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam sholat merupakan
didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.
Menurut Ahmad Syalabi,
lembaga untuk belajar membaca menulis ini disebut dengan kuttab. Kuttab
merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid, selanjutnya Asama
hasan fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada masa
Abu bakar dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang
bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasul yang
terdekat.lembaga pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai
benteng pertahanan rohani, sebagai sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dan
lain sebagainya.[14]
1.
Sifat Abu bakar
Abu
bakar adalah salah seorang dari para pemmpin Quraisy dan anggota masjelis
permusyawaratan. Dia di
kenal sebagai seorang yang berperangi lembut dan dicintai oleh kaumnya. Pada
zaman jahiliyah dia adalah tempat menggantungkan harapan keluarga saat diantara
mereka terlilit hutang.
Bilamana ia kedapatan sedang membawa barang untuk
melunasi utang keluarganya dan dia bertanya kepada orang-orang yang akan
dibantunya, maka mereka memuji dan ikut membantunya. Tetapi bilamana yang
menanggung hutang
tersebut selain dia, mereka tidak mempercayainya.
Tatkala
Islam datang Rasulullah lebih tertarik kepada Abu Bakar dari pada
yang lain. Dia begitu tulus dalam menemani Rasukullah, sehingga ia sedikit juga
tidak pernah meragukan apa yang disampaikan oleh beliau sampai Rasulullah pun
manamainya Ash shiddiq. Para sejarawan sepakat, bahwa dia tidak pernah absen
dari menghadiri seluruh peristiwa yang dilalui Rasulullah. Dia termasuk orang-orang bersama Rasulullah
dalam peristiwa yang terjadi saat perang Uhud dan perang Hunain.
Abu
bakar terkenal dalam setiap keadaan sebagai seorang kesatria dan berpendirian
teguh dalam melangkah tidak mengherankan, karena dia adalah orang yang telah
bangkit untuk menyempurnakan dakwah dan mempersatukan kesatuan pandangan dengan
bangsa Arab sesudah ikatan mereka terkoyak atau hampir terurai. Cukup kiranya
dengan apa yang dia lakukan dalam menghadapi serangan tentara kaum muslimin.
Ketika
mereka menyerbu Madinah dan panglima Usamah sedang mereka memimpin tentara
Islam dalam perang di Syam dia pun langsung tampil kedepan untuk menghadapi
mereka. Melihat
langkah yang ditempuh Abu Bakar
ini, sehingga para sahabat meminta agar dirinya jangan dihadapkan pada bahaya.
Tetapi dia menepisnya seraya berkata: “Demi
Allah! Aku tejebak dalam bahaya dan kalian tidak usah menghawatirkan
keselamatan diriku”. Dia begitu sabar dan tangguh sehingga Allah swt
menghendaki kemenangan dan keberuntungan berpihak kepadanya. Dia berhasil membawa kaum pemberontak kembali
ke pangkuan agama dan berkat ketangguhanya syiar Islam tetap menjulang
tinggi.Tercatat bahwa Abu Bakar
adalah seorang khalifah yang telah membentuk pasukan tentara kaum muslimin
dengan tugas agar menyebarkan dakwah dan berjihad fisabilillah di luar jazirah
Arab.[15]
2. Visi Abu Bakar Ash-Shiddiq
Visi pada zaman khalifah Abu Bakar Sidiq dapat di
kemukakan sebagai berikut:
a)
Memantapkan dan
menguatkan keyakinan dan dan kepatuhan kepada ajaran Islam yang di
bawa oleh Nabi Muhammad saw dengan cara memahami, menghayati, dan mengamalkan
secara konsisten. Usaha ini diperkuat dengan sikap tegas yang di tujukan oleh
Abu Bakar yang memerangi orang-orang yang ingkar atau murtad terhadap ajaran
Islam seperti tidak mau membayar zakat, dan mengaku sebagai nabi.
b)
Menyediakan sarana,
prasarana dan fasilitas yang memungkinkan terlaksananya ajaran agama. Usaha ini
di lakukan oleh khulafaurrasyidin dengan mengumpulkan Al-Qur’an yang
berserakan.
c)
Menumbuhkan semangat
cinta tanah air dan bela negara yang memungkinkan Islam dapat berkembang di
seluruh dunia. Upaya ini dilakukan antara lain dengan memperluas wilayah dakwah
Islam selain ke jazirah Arabia juga ke Irak, dan ke Syiria.
d)
Melahirkan para kader
pemimpin umat, pendidik dan da’i yang tangguh dalam mewujudkan syi’ar Islam,
upaya yang di lakukan antara lain seperti halaqoh kajian
terhadap Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum Islam,dan fatwa. Upaya ini pada tahap
selanjutnya melahirkan para ulama dari kalangan tabi’in.[16]
3.
Kurikulum
dan Lembaga Pendidikan
Kurikulum pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti pada masa
Nabi, baik dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi
materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan,
akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.[17]
Menurut Ahmad
Syalabi, lembaga untuk belajar membaca menulis ini di sebut dengan Kuttab.
Kuttab merupakan pendidikan yang di bentuk setelah masjid, selanjutnya Asama
Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada masa
abu bakar. Dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang
bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rosul yang terdekat.
Lembaga pendidikan Islam adalah masjid. Masjid di jadikan sebagai benteng
pertahanan rohani, tempat pertemuan, tempat sholat berjamaah, membaca Al Quran
dan lain-lain.[18]
a.
Pendidik
Yang menjadi pendidik di zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq antara lain adalah
Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Ibn
Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid
bin Tsabit, Abu Dzar Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa
yang kemudian menjadi ulama dan pendidik. Berkaitan dengan masalah pendidikan
ini, khalifah Umar bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan
penyuluhan pendidikan di kota Madinah. Selanjutnya beliau juga
mengangkat sahabat-sahabat untuk bertugas menjadi guru daerah. Misalnya Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bil
al-Hasim di tugaskan mengajar di Bashrah. Kemudian Abdurrahman bin Ghanam di
tugaskan ke Syiria, dan Hasan bin Abi Jabalah di tugaskan ke Mesir.
Dengan demikian yang menjadi pendidik adalah para Khulafaur Rasyidin
sendiri dan para sahabat besar yang lebih dekat kepada Raulullah saw. dan
memiliki pengaruh yang besar.
b. Peserta Didik
Peserta didik di zaman Khalifaurrasyidin terdiri dari masyarakat yang
tinggal di Mekah dan Madinah.Namun yang khusus mendalami bidang kajian
keagamaan hingga menjadi seorang yang mahir, alim, dan mendalami penguasaannya
di bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran pendidikan (peserta
didik) dalam arti umum yakni membentuk sikap mental keagamaan adalahseluruh umat Islam yang ada di Mekah
dan Madinah. Adapun sasaran pendidikan dalam arti khusus yakni membentuk ahli
ilmu agama adalah sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi
ulama.
c. Materi Pendidikan
Dari segi
materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlak,
ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.
1) Pendidikan
keimanan yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib disembah adalahAllah.
2) Pendidikan
akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun bertetangga, bergaul
dalam masyarakat dan lain sebagainya.
3) Pendidikan
ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji.
4) Kesehatan,
seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan untuk memperkuat
jasmani dan rohani.[19]
d.
Metode Pembelajaran
Adapun metode yang di gunakan dalam mengajar dengan
bentuk Halaqah dan Bendongan. Yakni guru duduk di sebelah ruangan
masjid kemudian di kelilingi oleh para siswa. Menyampaikan ajaran kata demi
kata dengan artinya kemudian menjelaskan kandungannya, sementara para siswa
menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang di kemukakan oleh guru.[20]
C.
Simpulan
Pelaksanaan
pendidikan Islam pada masa khalifah abu bakar ini adalah sama dengan pendidikan
Islam yang dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun lembaga
pendidikannya.
Dari segi
materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau
keimanan,akhlaq,ibadah,kesehatan dan lain sebagainya. Sejarah pendidikan Islam
pada masa Abu Bakar Ash-Shiddiq meliputi:
1.
Visi
pendidikan
2.
Pendidik
3.
Peserta
didik
4.
Materi
pendidikan
5.
Metode
Pembelajaran dan
6.
Lembaga
pendidikan.
Menurut Ahmad Syalabi, lembaga untuk belajar
membaca menulis ini di sebut dengan Kuttab. Kuttab merupakan
pendidikan yang di bentuk setelah masjid,selanjutnya Asama Hasan Fahmi
mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada masa abu bakar.
Dan pusat pembelajaran pada masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak
sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat rosul yang terdekat. Lembaga
pendidikan Islam adalah masjid. Masjid di jadikan sebagai benteng pertahanan
rohani, tempat pertemuan, tempat sholat berjamaah, membaca Al Quran dan
lain-lain
BAB IV
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA KHALIFAH UMAR BIN KHATHAB
A.
Pendahuluan
Nabi Muhammad saw. Tidak
meninggalkan wasiat tenatang siapa yang akan menggantikan beliau sebagai
pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Setelah beliau wafat sejumlah
tokoh Muhajirin dan Anshor berkumpul di balai kota Bani Sa’idah, Madinah.
Mereka memutuskan bermusyawarah siapa
yang kan menjadi pemimpin. Akhirnya, mereka mereka memilih Khulafaur Rasyidin.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah
rasul, Abu Bakar di sebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul). Abu
Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal
dunia.
Ketika Abu Bakar sakit dan merasa
ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian
menggangkat umar bin khatab sebagai penggantinya. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat
Islam.
Umar bin
Khattab menjadi khalifah melalui proses musyawarah Abu Bakar dengan pemuka para
sahabat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisishan
dan perpecahan dikalangan umat Islam. Cara yang ditempuh oleh Abu Bakar ini
ternyata dapat diterima oleh masyarakat dan mereka segera memberi bai’at kepada
Umar bin Khattab.
B.
Pendidikan
Islam Pada Masa Khalifah Umar Bin Khathab
Umar Ibnul
Khattab adalah seorang tokoh dari kalangan pria sejati. Rasulullah saw.
Mengenalnya di lembah-lembah dan di jalan-jalan Mekkah. Beliau berangan-angan
kirannya Allah membukakan qalbunya untuk menerima Islam. Beliau memanjatkan
permintaan kepada Allah seperti berikut: “Ya Allah kuatkanlah Islam dengan
salah satu Umar.” (HR. Tirmidzi).
Umar adalah
seorang pemberani sehingga membuat orang yang gagah dan kuat menjadi ketakutan.[21]
Pada masa
kekhalifahan Umar bin Khattab, kondisi politik dalam keadaan stabil.
Melanjutkan kebijaksanaan Abu Bakar, Umar bin Khattab mengirim pasukan untuk
memperluas wilayah Islam. Ekspansi Islam di masa Umar bin Khattab mencapai
hasil yang gemilang, yang meliputi Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak,
Persia dan Mesir.
Dengan
meluasnya wilayah Islam sampai keluar Jazirah Arab penguasa memikirkan
pendidikan Islam di daerah-daerah luar
Jazirah Arab karena bangsa-bangsa tersebut memiliki adab dan kebudayaan
yang berbeda dengan Islam. Untuk itu, Umar memerintahkan panglima-panglima
apabila mereka berhasil menguasai suatu kota, hendaknya mereka mendirikan
masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan
dengan usaha pendidikan itu, Khalifah Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru
untuk tiap-tiap daerah yang ditaklukkan, yang bertugas mengajarkan isi Al-Quran
dan ajaran Islam kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Dikuasainnya
wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan untuk belajar
Bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut. Orang-orang
yang baru masuk Islam dari daerah-daerah yang ditaklukkan, harus belajar Bahasa
Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam. Oleh karena
itu, masa ini sudah terdapat pengajaran Bahasa Arab.
Meluasnya
wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kebutuhan perikehidupan dalam segala
bidang. Seperti keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala
perlengkapanya, memerlukan pemikiran cukup serius. Untuk memenuhi kebutuhan itu
diperlukan tenaga manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian memadai, bagi
kelancaran roda pemerintahan itu sendiri. Hal itu berarti peranan pendidikan
harus menampilkan dirinya. Semangat berdakwah dan pendidikan dari kaum muslim
yang berada di daerah-daerah, baru menunjukkan kekuatan yang sangat tinggi.
Untuk mencegah kesimpangsiuran pemahaman agama, baik yang menyangkut
dasar-dasar pokok iman maupun ibadah dan muamalah sudah mulai dirintis. Orang
banyak berdatangan ke Madinah untuk belajar hadis langsung dari para sahabat.
Berkaitan
dengan masalah pendidikan ini, Khalifah Umar bin Khattab merupakan seorang
pendidik yang melakukan penyuluhan kependidikan di kota Madinah. Selanjutnya
beliau juga mengangkat sahabat-sahabat bertugas menjadi guru di daerah.[22]
1. Tenaga Pendidik
Yang menjadi pendidik di zaman khulafaur Rasydin diantara
lain adalah Abdullah ibn malik, Zaid ibn Tsabit Ibn Tsabit, Abu dzar
Gifari. Berkaitan dengan pendidikan Umar
bin Khhatab merupakan seorang pendidikan yang melakukan penyuluhan pendidikan
di kota Madinah.
Dengan demikian, yang menjadi pendidikan khulafaur Rasyidin
sendiri dan para sahabat sendiri dan
sahabat besar yang lebih dekat kepada Rasulullah saw. dan memilki pengaruh yang
besar. Sehubungan dengan ini, maka
khulafa Rasyidin layak menjadi pemimpin dalam arti luas, termasuk mendidik,
mengarahkan, dan membina umat.
2. Peserta
Didik
Peserta didik pada zaman Khalifah Umar terdiri
dari masyarakat Mekkah dan Madinah.
Namun yang khusus mendalami dalam kajian keagamaan hingga menjadi seorang yang
mahir, alim, dan mendalam penguasaanya di dalam bidang ilmu agama jumlahnya
masih terbatas. Sasaran pendidikan dalam arti umum, yakni membentuk sikap
mental keagamaan adalah seluruh umat Islam yang ada di Mekkah dan Madinah.
Adapun sasaran pendidikan dalam arti khusus yakni membentuk ahli ilmu agama
sebagian kecil dari kalangan Tabi’in yang selanjutnya menjadi Ulama.[23]
3. Materi Pendidikan
Materi
pendidikan yang diajarkan adalah materi yang berkaitan dengan keagamaan yakni
al-quran, al-hadis, hukum Islam, kemasyarakatan, kenegaraan, pertahanan,
keamanan dan kesejahteraan.
Dengan
meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam bertambah besar
karena mereka yang baru menganut Islam ingin menimba ilmu keagamaan dari
sahabat-sahabat yang menerima langsung dari Nabi, khususnya menyangkut hadis
Rasul sebagai salah satu sumber agama yang belum terbukukan dan hanya ada dalam
ingatan para sahabat dan sebagai alat bantu untuk menafsirkan al-quran.
Tuntutan untuk
belajar bahasa Arab juga nampak dalam pendidikan Islam pada masa Khalifah Umar.
Dikuasainya wilayah-wilayah baru oleh Islam, menyebabkan munculnya keinginan
untuk belajar bahasa Arab sebagai bahasa pengantar di wilayah-wilayah tersebut.
Orang-orang yang baru masuk Islam di daerah-daerah yang ditaklukkan, harus
belajar bahasa Arab jika mereka ingin belajar dan mendalami pengetahuan Islam.
Oleh karena itu, masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.[24]
Selain itu
ilmu-ilmu yang diajarkan yaitu belajar
membaca, dan menulis, membaca Al-Qur’an dan menghapalnya, belajar pokok-pokok
agama Islam, seperti cara berwudu, sembayang, puasa dan sebagainya.
Umar bin
Khattab beliau menginstruksikan kepada penduduk-penduduk kota supaya diajarkan
kepada anak-anak.
a) Berenang
b) Mengendarai
kuda
c) Memanah
d) Membaca
syair-syair mudah dan peribahasa.
Ilmu-ilmu yang
diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
a) Al-Qur’an dan
Tafsirnya.
b) Hadis dan
mengumpulkannya
4. Lembaga
Pendidikan
Kuttab sebagai lembaga pendidikan terendah yang
di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak dalam hal baca dan tulis dan sedikit
pengetahuan-pengetahuan agama.
Masjid juga sebagai pusat pendidikan umat Islam
yang telah mukallaf pada masa permulaaan Islam belum terdapat sekolah formil
seperti yang ada pada masa sekarang. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan kependidikan pada masa Umar bin Khattab tidak jauh dengan
Nabi saw. Namun disana sini terdapat beberapa perkembangan dearah lebih maju sesuai
dengan situasai dan kondisinya, tapi perkembangan itu tidak melunturkan
dasar-dasar pendidikan yang dilaksanakan pada masa Nabi saw.[26]
Selain itu juga pusat pendidikan Islam terdapat
pada madrasah yaitu:
a.
Madrasah Makkah
Guru pertama yang mengajar di Makkah, setelah
penduduk Makkah takluk, ialah mu’az bin
zabal. Ialah yang mengajarkan. Al-Qur’an dan
mana yang halal dan haram.Pada masa khlaifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah
bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar di sana masjidil Haram. Ia mengajarkan
tafsir, fiqhi dan sastera. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Makkah,
yang termasyhur seluruh negara Islam.
b. Madrasah
Madinah
Madrasah Madinah lebih termasyhur dan lebih
dalam ilmunya, karena disanalah tempatkhalifah : Abu Bakar, Umar dan Usman, disana
banyak tinggal sahabat-sahabat Nabi SAW. Kemudian madrasah Basrah itu
melahitrkan Al-Hasan Basry dan ibnu Sirin pada masa Umaiyah. Hasan Basry adalah
ulama besar, berbudi tinggi, saleh serta fasih lidahnya ia sangat
berani-mengeluarkan pendapatnya.
c. Madrasah Kuffah
Ulama sahabat yang tinggal di Kuffah ialah Ali
bin Abu Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Pekerjaan Ali di Irak, ialah soal
politik dan urusan peperangan. Sedangkan Ibnu Mas’ud mengajarkan Al-Qur’an dan
ilmu agama. Ibnu Mas’ud diutus oleh Umar bin Khattab ke kufah untuk menjadi
guru. Ia ahli tafsir dan ahli fiqhi, bahkan ia meriwayatkan hadis-hadis Nabi
saw.
d. Madrasah
Damsyik (Syam)
Setelah Syam (syria) menjadi sebagian negara
Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam, maka Umar bin Khattab
mengirimkan tiga guru agama ke negeri itu, yaitu : Mu’az bin Jabal, Ubadah dan
Abud Dardak. Ketiga guru itu mendirikan madrasah Agama di Syam. Mereka
mengajarkan Al-Qur’an dan ilmu agama di negeri Syam pada tiga tempat, yaitu
Abud-Dardak di Damasyik, Mu’az bin Jabal di Palestina dan Ubadah Hims.
Kemudian mereka digantikan oelh murid-muridnya,
tabi’in seperti seperti Abu Idris Al-Khailany, Makhul Ad-Dimasyki, Umar bin
Abdul Aziz dan Razak bin Haiwah.
Akhirnya madrasah itu melahirkan Imam penduduk
Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan iamam Malik
dan Abu-hanifah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia.
Tetapi kemudain mazhabnya itu lenyab,karena besar pengaruh mazhab Syafi’i.
e. Madrasah Fistat
(Mesir)
Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi
pusat ilmu-ilmu agama. ulama yang mula-mula mendirikan madrasah di mesir ialah
Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fistat (Mesir lama). ia ahli hadis
dengan arti kata sebenarnya. [27]
5. Metode
Pembelajaran
Adapun metode yang mereka dalam mengajar antara
lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk disebagian ruangan masjid kemudian
dikelilingi oleh `para siswa. Menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya
dan kemudian menjelaskan kandunganya. Sementara para siswa menyimak, mencatat,
dan mengulanginya apa yang dikemukakan oleh gurunya.[28]
C.
Simpulan
Umar bin
Khattab menjadi khalifah melalui prosaes musyawarah Abu Bakar dengan pemuka
para sahabat. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya
perselisishan dan perpecahan dikalangan umat Islam.
Materi
pendidikan yang diajarkan adalah materi yang berkaitan dengan keagamaan yakni
al-quran, al-hadis, hukum Islam, kemasyarakatan, kenegaraan, pertahanan,
keamanan dan kesejahteraan.
Adapun metode
yang mereka dalam mengajar antara lain dengan bentuk halaqah. Yakni guru duduk
disebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para siswa. Menyampaikan
ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandunganya.
Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan mengulanginya apa yang dikemukakan
oleh gurunya. Lembaga PendidikanKuttab sebagai lembaga pendidikan terendah yang
di dalamnya mengajarkan kepada anak-anak. Masjid sebagai pusat pendidikan umat
Islam yang telah mukallaf.
BAB V
SISTEM PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA KHALIFAH
UTSMAN BIN AFFAN
A.
Pendahuluan
Pendidikan Islam
merupakan suatu hal yang paling utama bagi warga suatu negara, karena maju dan
keterbelakangan suatu negara akan ditentukan oleh tinggi dan rendahnya tingkat
pendidikan warga negaranya. Salah satu bentuk pendidikan yang mengacu kepada pembangunan
tersebut, yaitu pendidikan agama adalah modal dasar yang merupakan tenaga
penggerak yang tidak ternilai harganya bagi pengisian aspirasi bangsa, karena
dengan terselenggaranya pendidikan agama secara baik akan membawa dampak
terhadap pemahaman dan pengalaman ajaran agama.
Pendidikan Islam
dilaksanakan Rasulullah setelah mendapat perintah dari Allah melalui firman-Nya
Qur’an Surat 74: 1-7, langkah awal yang ditempuh oleh Nabi adalah menyeru
keluarganya, sahabat-sahabatnya, tetangga, dan masyarakat luas. Pada masa Nabi,
negara Islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan Islam berpusat di
Madinah. Setelah Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam dipegang oleh khulafaur rasyidin dari mulai Khalifah
Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib.
Bagaimana proses sistem pendidikan yang digunakan oleh Khulafaur rasyidin khususnya pada masa khalifah Utsman bin Affan.
B.
Biografi Khalifah Utsman bin Affan
Utsman bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan
bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin Abd Al-Manaf dari Quraisy, beliau masuk Islam atas seruan Abu Bakar Siddiq dan termasuk golongan Assabiqunal Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Usman bin Affan
lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibu beliau adalah Arwa
binti Kuriz bin Rabiah. Utsman bin Affan adalah termasuk saudagar
besar dan kaya dan sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan
umat Islam.[29]
Rasulullah saw.
sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan
rendah hati diantara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah
bertanya kepada Rasulullah saw. ‘Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan
tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak
memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk
dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu
terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”. Pada saat seruan hijrah
pertama oleh Rasullullah saw. ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum
Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya
memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habbasyiah hingga tekanan dari kaum
Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad saw
untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh
Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan Nabi untuk
menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka’bah, lalu
segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.[30]
C.
Visi dan Misi Sistem Pendidikan
khalifah Utsman bin Affan
Ketika Utsman bin Affan menjadi Khalifah, beliau
mempunyai visi dan misi dalam menjalankan kekhalifahannya, dapat dilihat dari
isi pidato setelah Utsman bin Affan dibai’at menjadi Khalifah ketiga
negara Madinah.
Pidato yang di kutip oleh Al-Maududi dan At-Thabari
dan juga Suyuthi pulungan, yaitu berisi: “Sesungguhnya tugas ini telah
dipikulkan kepadaku dan aku telah menerimanya dan sesungguhnya aku adalah
seorang muttabi’ ( pengikut Sunnah Rasul ) dan bukan mubtadi’ (orang
yang berbuat bid’ah ). Ketahuilah bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai
tiga hal, selain kitab Allah dan Sunnah Nabi, yaitu mengikuti aapa yang telah
di lakukan oleh orang-orang sebelumku dalam hal-hal yang kamu sekalian telah
bersepakat dan telah kamu jadikan sebagian sebagian kebiasaan, membuat
kebiasaan yang layak bagi ahli kebajikan dalam hal-hal yang belum kamu jadikan
kebiasaan dan mencegah diriku bertindak atas kamu, kecuali dalam hal-hal yang
kamu sendiri menyebabkannya”.
Pidato diatas, menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra
pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang corak politik an sich.
Dalam pidato itu, Utsman mengingatkan beberapa hal penting:
1)
Agar umat Islam selalu
berbuat baik sesuai kemampuan sebagai bekal menghadapi hari kematian dan akhir
sebagai tempat yang lebih baik yang disediakan oleh Allah;
2)
Agar umat Islam jangan
terpedaya kemehan hidup dunia yang penuh kepalsuan sehigga membuat mereka lupa
kepada Allah;
3)
Agar umat Islam mau
mengambil iktibar pelajaran dari masa lalu, mengambil yang baik dan menjauhkan
yang buruk;
4)
Sebagai Khalifah ia
akan melaksanakan perintah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul;
5)
Di samping itu Utsman
akan meneruskan apa yang telah dilakukan pendahulunya, jug akan membuat hal-hal
baru yang membawa pada kebijakan;dan
6)
Umat Islam boleh
mengkritiknya bila Utsman menyimpang dari ketentuan hukum.
Dalam pidato pembai’atnya, Utsman tegaskan akan meneruskan kebiasaan yang
dibuat pendahuluanya. Pemegang kekuasaan tertinggi berada di tengah khalifah;
pemegang kekuasan eksekutif. Pelaksanaan tugas eksekutif. Pelaksanaan tugas
eksekutif di pusat dibantu oleh sekretris negara dan dijabat oleh Marwan bin
Hakam, anak paman khalifah. Dalam praktiknya, Marwan tidak hanya sebagai
sekretaris negara, tetapi juga sebagai penasihat pribadi khalifah. Selain
sekretaris negara Khalifah Utsman juga dibantu oleh pejabat pajak, pejabat
kepolisian, pejabat keuangan atau Baitul Mal, seperti pada masa
pemerintahan Umar.
Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, Khalifah Utsman
mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau
provinsi. Pada masanya, wilayah kekuasaan Negara Madinah dibagi menjadi
sepuluh provinsi:
1)
Nafi’ bin Al-Haris
Al-Khuza’I, Amir wilayah Mekah;
2)
Sufyan bin Abdullah
Ats-Tsaqafi, Amir wilayah Thaif;
3)
Ya’la bin Munabbih
Halif Bani Naufal bin Abd Manaf, Amir wilayah Shan’a;
4)
Abdullah bin Abi
Rabi’ah, Amir wilayah Al-Janad;
5)
Utsman bin Abi Al-Ash
Ats-Tsaqafi, Amir wilayah Bahrain;
6)
Al-Mughirah bin Syu’bah
Ats-Tsaqafi, Amir wilayah Kufah;
7)
Abu Musa Abdullah bin
Qais Al-Asy’ari, Amir wilayah Bashrah;
8)
Muawiyah bin Abi
Sufyan, Amir wilayah Damaskus;
9)
Umar bin Sa’ad, Amir
wilayah Himsh; dan
10) Amr bin Al-Ash As-Sahami, Amir wilayah Mesir.
Setiap Amir adalah wakil dari Khalifah di daerah untuk melaksanakan tugas
administrasi pemerintahan dan bertanggung jawab kepadanya. Seorang amir di
angkat dan di berhentikan oleh Khalifah. Kedudukan amir di samping kepala
pemerintahan daerah, amir juga sebaga pemimpin agama, pemimpin akspedisi
militer, penetap undang-undung, dan pemutus perkara, yang di bantu oleh khatib
(sekretaris), pejabat pajak, pejabat keuangan (baitul mal), dan pejabat
kepolisian.
Adapun kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan
Penasehat atau Majlis Syura, yang mana itu sebagai tempat Khalifah mengadakan
musyawarah atau konsultasi dengan para sahabat Nabi terkemuka. Majlis Syura juga merupakan suatu memberikan saran, usul, dan nasehat
kepala khalifah tentang berbagai masalah penting yang dihadapi Negara. Akan
tetapi, pengambilan keputusan terakhir berada pada tangan khalifah.
Artinya ketentuan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dibicarakan di dalam
majelis itu dan diputuskan oleh khalifah atas persetujuan anggota majelis.
Dengan demikian, Majelis Syura diketuai oleh khalifah. [31]
D.
Pendidik
Yang menjadi pendidik di zaman
Khulafaur Rasyidin antara lain adalah Abdullah ibn Umar, Abdu Hurairah , Ibnu
Abas, Siti Aisyah , Anas bin Malik, Zaid Ibn Tsabit, Abu Dzar al-Ghifari dan
para ulama.[32]
Dari
dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan perluasan wilayah Islam.
Dengan
adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang mendatangi wilayah
tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam.Selain itu, adanya pertukaran
pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga menjadikan ilmu
pengetahuan berkembang dengan baik. Dari segi sosial budaya, Utsman juga
membangun mahkamah peradilan.Hal ini merupakan sebuah terobosan, karena
sebelumnya peradilan dilakukan di mesjid.Utsman juga melakukan penyeragaman
bacaan Al Qur’an juga perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi.
Penyeragaman
bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah Saw, Beliau memberikan kelonggaran
kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan Al Qur’an menurut
lahjah (dialek) masing-masing. Seiring bertambahnya wilayah Islam, dan
banyaknya bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin
bervariasi.
Akhirnya
sahabat Huzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan
bacaan. Utsman pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit
untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan
Qur’an. Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena
semakin bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
Oleh
karena itu tokoh pendidik yang paling berperan
pada masa Khalifah Utsman bin Affan adalah Khalifah Utsman bin Affan
sendiri, Zaid Bin Tsabit dan Huzaifah bin Yaman. [33]
E.
Peserta Didik
1) Orang dewasa dan atau orang tua yang baru masuk Islam
2) Anak – anak, baik orang tuanya telah lama memeluk Islam ataupun
yang baru memeluk Islam.
3) Orang dewasa dan atau orang tua yang telah lama memeluk Islam.
4) Orang yang mengkhususkan dirinya menuntut ilmu agama secara luas
dan mendalam.[34]
Khalifah Utsman bin Affan sudah
merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha
yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang disumbangkan untuk umat
Islam, dan sangat berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk
mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an[35]
Pada masa
khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda
dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang telah
ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan Islam. Para
sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan
meninggalkan Madinah di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar
di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya bagi
pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.[36]
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini
lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin
menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak,
sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk
memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Khalifah Utsman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang
sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah terjadi
di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk
mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Penyalinan ini terjadi karena
perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an. Berdasarkan hal ini, khalifah Utsman
memerintahkan kepada tim untuk penyalinan tersebut, adapun tim tersebut adalah:
Zubair bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin
Harist.
Panitia
pengkodifikasian al-Quran yang dibentuk oleh khalifah Utsman bin Affan ini
pertama-tama melakukan pengecekan ulang dengan meneliti mushaf yang sudah
disimpan di rumah Hafsah dan membandingkannya dengan mushaf-mushaf yang lain. Ketika itu terdapat empat mushaf al-Quran yang merupakan catata pribadi.
Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib,
terdiri atas 111 surah. Surah pertama adalah surah al-Baqarah dan surah
terakhir adalah surah al-Muawidzatain.
Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ubay bin Ka’ab,
terdiri atas 105 surah. Surah pertama adalah al-Fatihah dan surah terakhir
adalah surah an-Nas.Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn Mas’ud, terdiri atas
108 surah. Surah yang pertama adalah al-Baqarah dan yang terakhir adalah surah
Qulhuwallahu Ahad.
Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn Abbas, terdiri
atas 114 surah. Surah pertama adalah surah Iqra dan yang terakhir
adalah Surah an-Nas. Tugas tim
adalah menyalin mushaf al-Quran yang disimpan dirumah Hafsah dan
menyeragamkan qiraat atau bacaanya mengikuti dialek Quraisy.
Kemudian setelah berhasil, Zaid bin Tsabit mengembalikannya kepada Hafsah.
Kemudian salinan itu dikirim juga ke Makkah, Madinah, Bashrah, Kuffah, dan
Syiria serta salah satunya disimpan oleh Utsman bin Affan yang kemudian
disebut mushaf al-imam. Sedangkan mushaf yang lain, diperintahkan
untuk dibakar.[37]
Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil
pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab Al-Qur’an ini diturunkan menurut
dialek mereka sesuai dengan lisan Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dengan
lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiganya adalah
orang Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan
pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan
demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan
keridhaan Allah.
Bahwa pada masa Khalifah Utsman bin Affan tidak banyak
terjadi perkembangan pendidikan, kalau dibandingkan dengan masa kekhalifahan
Umar bin Khattab, sebab pada masa khalifah Utsman bin Affan urusan pendidikan
diserahkan saja kepada rakyat. Dan apabila dilihat dari segi kondisi
pemerintahan Utsman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai akibat ketidakseimbangan
mereka terhadap kebijakan Utsman yang mengangkat kerabatnya dalam jabatan
pemerintahan.[38]
F.
Lembaga Pendidikan
Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur rasyidin antara lain:
1.
Mekkah
Guru
pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan Al-Qur’an dan fiqih
2.
Madinah
Sahabat
yang terkenal antara lain: Abu Bakar, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan
sahabat-sahabat lainnya.
3.
Basrah
Sahabat
yang termasyhur antara lain: Abu Musa Al-Asy’ary, dia adalah seorang ahli fiqih
dan Al-Qur’an.
4.
Kuffah
Sahabat-sahabat
yang termasyhur di sini adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud.
Abdullah bin Mas’ud mengajarkan Al-Qur’an, ia adalah ahli tafsir, hadits, dan
fiqih.
5.
Damsyik (Syam)
Setelah
Syam (Syiria) menjadi bagian negara Islam dan penduduknya banyak beragama
Islam. Maka Khalifah mengirim tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirim itu
adalah Mu’az bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda. Ketiga sahabat ini mengajar di
Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda di Damsyik, Mu’az bin Jabal di
Palestina, dan Ubaidah di Hims.
6.
Mesir
Sahabat
yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah
bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadis.[39]
G.
Metode Pembelajaran
Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa
Usman ini lebih ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik
yang ingin menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih
banyak, sebab pada masa ini para sahabat memilih tempat yang mereka inginkan
untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.
Akhirnya sahabat Huzaifah bin Yaman
mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan bacaan. Utsman pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin
Tsabit untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan
Qur’an. Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena
semakin bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.
Pola pendidikan pada masa Utsman tidak jauh berbeda dengan pola
pendidikan yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja pada periode ini, para
sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar dari kota madinah kecuali
mendapatkan izin dari khalifah, mereka diperkenankan untuk keluar dan menetap di daerah-daerah
yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini, maka orang yang menuntut ilmu (para
peserta didik) tidak merasa kesulitan untuk belajar ke Madinah[40]
Dari ke empat golongan terdidik
tersebut, pelaksanaan pendidikan dan pengajaran tidak mungkin dilakukan dengan
cara menyamaratakan tetapi harus diadakan pengklasifikasian yang rapih dan sistematis, disesuaikan dengan kemampuan dan kesanggupan dari
peserta didiknya. Adapun metode yang digunakan adalah:
1. Golongan pertama menggunakan metode ceramah, hafalan, dan latihan
dengan mengemukakan contoh – contoh dan peragaan.
2.
Golongan
kedua menggunakan metode hafalan dan latihan
3.
Golongan
ketiga menggunakan metode diskusi, ceramah, hafalan, tanya jawab
4.
Golongan
keempat menggunakan metode ceramah, hafalan Tanya jawab, dan diskusi serta
sedikit hafalan. Pendidikan dan pengajaran pada golongan ini lebih bersifat
pematangan (dan pendalaman)[41]
H. Simpulan
1. Utsman
bin Affan memiliki nama lengkap Utsman bin Affan bin Abi Al-Ash bin Umayyah bin
Abd Al-Manaf dari Quraisy, beliau masuk Islam atas seruan Abu Bakar Siddiq dan termasuk golongan Assabiqunal
Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam).
2. Pada
masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam tidak jauh berbeda
dengan masa sebelumnya. Khalifah Utsman sudah merasa cukup dengan
pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang
telah terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam,
yaitu untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat Al-Qur’an. Penyalinan ini terjadi
karena perselisihan dalam bacaan Al-Qur’an.
3.
Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur rasyidin antara lain: Mekkah,
Madinah, Basrah, Kuffah, Damsyik, dan Mesir.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Dudung. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Lesfi,
Amin, Samsul
Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta;
Amza
Asrohah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan
Islam. Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu.
Hasan,
Ibrahim Hasan. 2002. Sejarah kebudayaan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Maryam Siti, dkk. 2003. Sejarah Peradaban Islam dari
Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta : Jurusan SPI
Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga.
Nata, Abudidin. 2011. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Media Group Grapindo
Nizar,
Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Nizar, Samsul. 2007. Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana
Nizar, Samsul. 2008. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
kencana.
Nizar, Samsul. 2013. Sejarah
Pendidikan Islam Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai
Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Supriyadi,
Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Bandung: Pustaka Setia.
Syalaby,
Ahmad. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam.
Jakarta: Al-Husna Zikra.
Taqiyudin,
Khaerul Wahidin .1996. Sejarah
Pendidikan Islam Umum dan indonesia.
Cirebon: IAIN Sunan Gunun Gunung jati Cirebon.
Umairah, Abdurrahman. 1998. Tokoh-tokoh yang
di abadikan dalam Al-Qur’an. Bandung: Gema Insani
Yatim, Badri. 2011. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta. Grafindo Persada.
Yunus , Muhmud,1989. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Hidakarya Agung
Zuhairini, dkk. 1997 Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
[1]
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, 1997, hlm. 2-4
[2]
Muhmud, Yunus , Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989, hlm. 8-9
[3]
Khaerul, Taqiyudin wahidin, Sejarah
Pendidikan Islam Umum dan Indonesia,
Cirebon: IAIN Sunan Gunun jati, 1996, hlm. 5
[4]
Abudidin, Nata, Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: Media grup, 2011, hlm. 15
[6] Ibid.,
hlm. 16
[13]Hasan
ibrahim hasan. 2002. Sejarah kebudayaan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Hal. 398-396
[15]Hasan
ibrahim hasan. 2002. Sejarah dan
kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Hal. 396
[16]Nata, Abudin. 2011.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Media Group Grafindo. Hal. 118-119
[17]http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/10/makalah-kurikulum-dalam-pendidikan-Islam_8.html#sthash.Bf4lTR5x.dpuf
[20] Nata, Abudin. 2011.Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta:
Media Group Grafindo. Hal. 121-123
[21] Badri,Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 35
[22] Abudin, Nata,
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Media Group, 2011, hlm. 111-112
[23] Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 35
[24] Abudin, Nata, Loc. It, hlm. 111-112
[25] Ibid., Abudin, Nata, hlm. 111-112
[31]
Abd Al-Wahid An-Najjar, Al-Khulafá¾± Ar-Rasyidin, Beirut: Dá¾±r Al-Kutub
Al-Ilmiyat, 1990, hlm. 247-248.
[32]
Abudin, Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Media Group, 2011,
hlm. 121
[33]Dudung
Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009, hlm. 59
[37] Siti Maryam,
dkk. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, Yogyakarta : Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga, 2000, hlm. 54-55
[39] ibid., Hlm 51
[41]
Abudin, Nata, Op.Cit, hlm. 123
terimakasih atas informasinya..
BalasHapussipp sama2..
Hapus