Perbedaan Pendapat Tentang Kewajiban Membaca Al-Fatihah Dalam Sholat
PERBEDAAN
PENDAPAT TENTANG KEWAJIBAN
MEMBACA
AL-FATIHAH DALAM SHOLAT
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata kuliah: Perbandingan Madzhab Fiqh
Dosen
pengampu: Drs. H. Abdul Ghofar, MA
Oleh:
1.
Dede Riki Nugraha (14121110043)
2.
Erna Erlina (14121110049)
3.
Sholeh Nugraha (14121120020)
SEMESTER : III
PAI-A
FAKULTAS TARBIYAH / PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi
Cirebon-Jawa Barat 45132
2014
DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................
i
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
1
A. Latar Belakang.................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
1
C. Tujuan...............................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Hadits-Hadits Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam
Shalat............................
3
B. Bacaan
Al-Fatihah Dalam Shalat Menurut Imam Hanafi
.............................. 6
C. Bacaan Al-Fatihah Dalam Shalat Menurut Imam Syafi’i................................. 7
D. Bacaan
Al-Fatihah Dalam Shalat Menurut Imam Maliki
................................ 8
E.
Bacaan
Al-Fatihah Dalam Shalat Menurut Imam Hambali..............................
10
BAB III PENUTUP............................................................................................ 12
Simpulan
............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Rukun
Islam yang kedua setelah membaca kalimat syahadat adalah
mengerjakan shalat, sehingga di dalam ajaran Islam shalat merupakan pondasi
yang harus dilaksanakan umat Islam, Shalat adalah tuntutan di dalam agama Islam
yang merupakan perintah langsung dari Allah SWT melalui Rasulullah. Kemudian
para ulama sepakat bahwa shalat dalam lima waktu sehari semalam adalah
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam.
Membaca surat Al-Fatihah dalam shalat menurut pandangan jumhur
ulama adalah rukun shalat. Adapun empat imam mazhab berpendapat bahwa membaca
surat fatihah adalah wajib bagi imam dan bagi orang yang sholat sendirian
(munfarid) pada dua rakaat subuh dan pada rakaat pertama dan kedua sholat yang
lain. Begitupun bagi makmum, menurut para imam madzhab membaca fatihah dalam shalat juga berbeda pendapat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah Pendapat Imam Hanafi
Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat?
2.
Bagaimanakah Pendapat Imam Syafi’i Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat?
3.
Bagaimanakah Pendapat Imam Maliki
Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat?
4.
Bagaimanakah Pendapat Imam
Hanbali Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat?
C. Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui pendapat Imam Hanafi Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat.
2.
Untuk
mengetahui pendapat Imam Syafi’I Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat
3.
Untuk
mengetahui pendapat Imam Maliki Tentang Membaca Al-Fatihah Dalam Shalat
4.
Untuk
mengetahui pendapat Imam Hambali Tentang Membaca Al-Fatihah dalam Shalat.
BAB II
PEMBAHASAN
PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG KEWAJIBAN
MEMBACA AL-FATIHAH DALAM SHOLAT
A. Hadits-hadits Tentang Membaca al-Fatihah Dalam Shalat
Artinya:
Dari Ubadah ibn Shamit ra menerangkan:
“Bahwasanya Nabi saw bersabda: “Tak ada shalat bagi mereka yang tiada membaca
Fatihatul Kitab (al-Fatihah) di dalamnya”. (HR.
Al-Jama’ah). [1]
Artinya:
Dari Abdur Rahman menerangkan: “Bahwasanya Abu
Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tiada sah shalat yang tidak
dibaca di dalamnya Fatihatul Kitab. Dikala aku (Abdur Rahman) bertanya:
“Bagaimana jika shalat di belakang imam? Maka Abu Hurairah memegang tanganku
dan berkata: “baca dengan hatimu”. (HR. Ibnul Khuzaimah)[2]
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra menerangkan: “Bahwasanya Rasul saw
bersabda: “Hanyasanya imam, adalah untuk diikuti; karena itu apabila imam
membaca takbir – sudah membacanya – bacalah olehmu takbir. Dan apabila imam
membaca al-Fatihah dan surat, maka dengarkanlah baik-baik pembacaan itu!”. (HR.
Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)[3]
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra menerangkan: “Bahwasanya Rasul saw
sesudah bersalam dari suatu shalat yang beliau jaharkan bacaannya, bertanya:
“Adakah barusan orang yang membaca juga besertaku?” Seorang lelaki menjawab:
“Benar, ya Rasulullah”. Maka Nabipun berkata: “Mengapakah orang menandingiku
dalam membaca al-Quran itu?” Berkata Abu Hurairah: sesudah kejadian ini, para
sahabat menghentikan bacaannya bila shalat beserta Rasul dikala beliau
menjaharkannya, yakni setelah mereka mendengar teguran dari Rasul” (HR. Abu Dawud,
An-Nasa’i dan At-Turmudzi).[4]
B. Bacaan Al-Fatihah Dalam Shalat
Al-Fatihah dinamai Fatihul-kitab karena ia sebagai pembuka tulisan
Al-Kitab. Dengan surat itu pula bacaan di dalam berbagai shalat dimulai.
Al-Fatihah dinamai Ummul-Kitab dan Ummul-Quran karena makna-mkna Quran merujuk
makna yang di kandung al-Fatihah. Membaca surat Al-Fatihah dalam Shalat menurut
pandangan jumhur ulama adalah rukun shalat, Sebagaimana kita ketahui, bahwa
yang namanya rukun itu tidak boleh ditinggalkan, karena meninggalkan salah satu
rukun mengakibatkan ibadah itu menjadi tidak syah atau tidak diterima.[5]
Namun Para Ulama mazhab berbeda pendapat mengenai, apakah membaca fatihah
itu diwajibkan pada setiap rakaat, atau pada setiap dua rakaat pertama saja,
atau diwajibkan secara aini (yang harus ada setiap orang) pada setiap rakaat?
Apakah basmalah itu merupakan bagian yang harus dibaca atau boleh
ditinggalkannya? Apakah semua bacaan yang dibaca secara nyaring atau lemah pada
tempatnya adalah wajib atau sunah?.Berikut ini adalah pendapat dari empat imam
mazhab mengenai kewajiban membaca al-fatihah dalam Shalat yakni sebagai
berikut:
1. Menurut imam Hanafi
Membaca Al-fatihah dalam shalat fardhu tidak diharuskan, dan membaca bacaan
apa saja dari Al-Qur’an itu boleh, berdasarkan al-Qur’an surat Muzammil
ayat 20:
Artinya:
“ Bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an”
Membaca Al-Fatihah itu hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama,
sedangkan pada rakaat ketiga pada shalat Magrib, dan dua rakaat terakhir pada
shalat isya’ dan Ashar kalau mau bacalah. bila tidak, bacalah Tasbih, atau
diam. Boleh meninggalkan basmalah, karena ia tidak termasuk bagian dari
surat. Dan tidak disunnahkan membacanya dengan keras atau pelan. Orang yang
shalat sendiri ia boleh memilih, apakah mau didengar sendiri (membaca dengan
perlahan) atau mau didengar orang lain (membaca dengan keras), dan bila suka
membaca secara sembunyi-sembunyi, bacalah dengannya.[6]
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa makmum tidak
wajib membaca fatihah, baik pada shalat sir maupun salat jahar. Kalaupun makmum membacanya,
makruh tahrim. Sarkhasi berkata. “ menurut pendapat beberapa orang sahabat,
salat makmum itu rusak, Diantara sahabat nabi yang berpendapat demikian adalah
Zaid bin Sabit dan Sa’ad bin abi Waqas.”Dalam syarah al-hidayah, diceritakan
bahwa Muhammad (seorang sahabat Abu Hanifah) berpendapat bahwa makmum lebih baik tidak membaca fatihah
untuk ihtiat.[7]
Ulama Hanafiyah mengambil
dari quran surat al-araf 7-204, artinya: “Dan apabila dibacakan quran, maka
dengarlah dan diamlah, mudah-mudahan kamu sekalian mendapat rahmat.” Ulama
Hanafiyah mengambil hadis yang diantaranya diriwayatkan oleh Abu Hanifah dari
Abdullah bin Syaddad dari Jabir ra. Dari Nabi saw beliau bersabda: “ barang
siapa salat dibelakang imam, maka bacaan imam adalah juga bacaannya.”Adapun
qiyas, maka mereka mengatakan.” Andaikata membaca fatihah itu wajib atas
makmum, tentulah tidak gugur dari orang masbuq, sebagaimana juga
rukun-rukun yang lain. Lalu mereka mengqiyaskan bacaan makmum kepada bacaan
masbuq, mengenai gugurnya hukum membaca, maka berarti ia tidak disyariatkan
dan mengerjakan yang tidak disyariatkan adalah makruh.[8]
2.
Imam
Syafi’i
Menurut imam Syafi’I membaca Al-Fatihah itu adalah wajib pada
setiap rakaat tidak ada bedanya, baik pada dua rakaat pertama maupun pada
rakaat terakhir, baik pada shalat pardu maupun shalat sunnah. Basmalah
itu merupakan bagian dari surat, yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan
apapun. Dan harus dibaca dengan suara keras pada shalat shubuh dan dua rakaat
yang pertama pada shalat Magrib dan Isya’, selain rakat tersebut harus dibaca
dengan pelan. kedua sebagaimana juga disunnahkan membaca surat Al-Qur’an setelah membaca Al-Fatihah pada dua rakaat
yang pertama saja.[9] Dan Ulama
Syafi’iyah berpendapat bahwa makmum wajib membaca fatihah saja bila salat jahiriyah,
dan membaca fatihah beserta surat bila salat sirriyah.[10]
Adapun Ulama Syafi’iyah mengambil dalil dari firman Allah swt , dalam Qur’an
Surat al-Muzzami-73 (20),
Artinya: “ maka bacalah apa yang mudah darinya.”
Dan mengambil
dalil hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : “Barang
siapa yang mengerjakan salat yang didalamnya tidak membaca fatihah maka salat
itu kurang, tidak sempurna.”
Selain
itu ulama Syafi’iyah mengambil dalil bahwa membaca fatihah itu adalah rukun,
maka ia tidak gugur dari makmum sebagaimana rukun-rukun yang lain.[11]
3.
Imam
Maliki
Membaca Al-Fatihah itu harus pada setiap rakaat, tak ada bedanya,
baik pada rakaat-rakaat pertama maupun pada rakaat-rakaat terakhir, baik pada
shalat fardu maupun shalat sunnah, Sebagaimana pendapat Syafi’I, dan
disunnahkan membaca surat Al-Qur’an setelah Al-Fatihah pada dua rakaat yang
pertama. Basmalah bukan termasuk bagian dari surat, bahkan disunnahkan
untuk ditinggalkan. Disunnahkan menyaringkan bacaan pada shalat shubuh dan dua
rakaat pertama pada shalat Magrib dan Isya’.[12]
Ulama Malikiyah dan ulama Hanabilah berpendapat bahwa membaca fatihah tidak
wajib atas makmum mutlak. Ulama Malikiyah mengatakan fatihah sunat dibaca pada
salat salat sirriyah, walaupun imam memabacanya dengan nyaring, dan
makruh bila dibaca pada salat jahar, walaupun ia tidak mendengar bacaan
imam.[13]
Ulama Malikiyah dan ulama Hanabilah mengambil dalil mengenai tidak wajib makmum. membaca fatihah, dengan
dalil-dalil yang dikemukakan oleh Ulama Hanafiyah. Mereka mengatakan bahwa
paling jauh dalil-dalil itu menunjukan sekedar tidak wajib bukan larangan yang
menunjukan haram. Mereka mengambil dalil pula dengan hadis yang diriwayatkan dari
Abi Darda ‘ ia berkata” Nabi saw. Ditanya apakah pada masing-masing salat itu
ada bacaan?” beliau menjawab ya”. Seorang laki-laki dari Ansar berkata, ‘ sudah
wajib ini’.Maka Rasulallah berkata kepadaku, sedang aku adalah orang yang
paling dekat kepada-Nya, “ tidak kulihat imam apabila mengimami kaum, kecuali
ia sudah mencukupi bagi kaum itu”. Dan Dengan hadis yang diriwayatkan dari
Jabir: “barang siapa salat yang didalamnya tidak membaca ummul kitab maka
salat itu kurang, kecuali ia dibelakang imam.” Kedua hadis itu secara tegas
menyatakan tidak wajib untuk membaca fatihah.[14]
Ulama Malikiyah mengkhususkan perintah mendengar dan diam mengenai
salat jahiriyah saja. Dan dikuatkannya dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah bahwa rasulallah saw. Sesudah selesai salat yang beliau nyaringkan
bacaannya, beliau bertanya adakah seseorang diantara kamu tadi membaca?,
seorang laki-laki menjawab ‘ada, ya Rasulallah. Beliau berasabda “ maka aku
mengatakan tidak pantas bagiku saling berebut quran”.
Sejak mereka mendengar hadis diatas, maka orang-orang berhenti
membaca bersama Rasulallah dalam shalat yang bacaannya nyaring. Diriwayatkan
oleh Abu Daud, Nasa’i dan Tarmizi dan ia mengatakan hadis ini adalah hasan.
Hadis ini tegas menyatakan makruh membaca fatihah bagi makmum dalam salat
nyaring.Ulama Malikiyah mengambil dalil tentang sunat membaca fatihah dalam
salat sir dengan sabda Nabi saw,“ apabila aku membaca dengan sir,
maka bacalah”. ( riwayat Daruqutni). Mereka tidak mengartikan wajib dalam
hadis ini, adalah untuk mengompromikan dengan dalil-dalil yang menunjukan tidak
wajib yang tersebut lebih dahulu.[15]
4.
Imam
Hambali
Wajib membaca Al-Fatihah pada setiap rakaat, dan sesudahnya
disunnahkan membaca Al-Qur’an pada dua rakaat pertama. Dan pada shalat shubuh, serta
dua rakaat pertama pada shalat Magrib dan Isya’ disunnahkan membacanya dengan
nyaring. Basmalah merupakan bagia dari surat, tetapi cara membacanya
harus dengan pelan-pelan dan tidak boeh dengan keras.[16]Ulama
Hanabilah mereka mengatakan sunat membaca fatihah sewaktu imam diam dan dalam
hal makmum tidak dapat mendengar bacaan imam, baik karena bacaannya secara sir,
maupun karena jauhnya. Ulama
Hanabilah berpegang dengan dalil ulama Hanafiyah tentang sunat membaca fatihah
dalam salat sir. Mereka juga mempersamakan dengan salat sir, salat yang
makmum tidak dapat mendengar suara imam karena jauh atau karena badai atau
karena imam diam. Mereka mengatakan bahwa dalam hal-hal demikian makmum tidak
dapat mendengar bacaan imam, maka diserupakan dengan salat sir.[17]
Dikatakan ulama Hanafiyah perintah mendengar dan diam dalam
ayat itu bukan dimaksudkan larangan untuk membaca yang wajib dalam salat tetapi
yang dimaksudkan ialah supaya mereka tidak syugul ( disibukkan) dengan
sesuatu yang menunjukan berpaling dari quran ketika membacanya. Pendapat ulama
hanafiyah yang mengatakan bahwa yang diminta dengan ayat itu adalah dua hal,
yaitu mendengar khusus untuk
salat jahriyah, dan diam khusus untuk salat sirriyah,maka pendapat
demikian tidak bisa diterima.karena,dalam tata bahasa arab kata ansit bukanlah
semata-mata diam, tetapi diam yang mendalam dengan maksud meresapi seluruh apa
yang didengarnya, kemudian memikirkannya dan memahaminya.
Dan, mengenai hadis-hadis yang diterima tentang kesahihannya dan
ke-marfu’-an-nya, bahwa hadis-hadis itu tidak menunjukan lebih dari tidak
wajib, maka ini tidak mesti dikatakan makruh tahrim. Dan sebagai tambahan lagi
bahwa lahir sabda nabi saw. ”saya sangka bahwa sebagian diantara kamu
telah me-masgul-kan daku, itu hanya larangan membaca dengan nyaring di belakang
imam”,karena dapat menimbulkan ke-masgul-an.dan tidak mesti melarang membaca
dengan nyaring berarti larangan untuk membaca. Mengenai qiyas kepada
masbuq:bahwa gugurnya bacaan dari masbuq karena ia tidak mempunyai peluang untuk berdiri bersama imam. Dan hal
ini tidak terjadi pada makmum yang bukan masbuq, maka qiyas yang demikian tidak
sah.[18]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Al-Fatihah dinamai Fatihul-kitab karena ia sebagai pembuka tulisan
Al-Kitab. Dengan surat itu pula bacaan di dalam berbagai shalat dimulai.
Al-Fatihah dinamai Ummul-Kitab dan Ummul-Quran karena makna-mkna Quran merujuk
makna yang di kandung al-Fatihah. Membaca surat Al-Fatihah dalam Shalat menurut
pandangan jumhur ulama adalah rukun shalat. Namun Para Ulama mazhab berbeda
pendapat mengenai, Kewajiban membaca fatihah dalam shalat. Berikut ini adalah
pendapat dari empat imam mazhab yakni sebagai berikut:
1.
Menurut
Imam Hanafi membaca al-Fatihah dalam Shalat adalah Wajib pada semua rakaat
shalat bagi imam dan orang yang shalat sendirian.
2.
Menurut
Imam Syafi’I membaca Al-Fatihah dalam shalat adalah Rukun pada semua rakaat
shalat bagi imam, orang yang shalat sendirian, dan makmum.
3.
Menurut
Imam Maliki membaca Al-fatihah dalam shalat adalah Rukun pada semua rakaat
shalat bagi imam,orang yang shalat sendirian.
4.
Menurut
imam Hambali membaca Al-Fatihah dalam Shalat adalah Ia meerupakan rukun.bagi
imam dan orang yang shalat sendirian.pada semua rakaat shalat
Daftar Pustaka
Ash-Shiddiqi,Muhammad Hasbi Tengku, 1994 Koleksi Hadis-Hadis
Hukum III, Jakarta:PT.Mageta Bhakti Guna
Mughniyah,
Muhammad Jawad, 2007,Fiqih Lima Mazhab,Jakarta: Penerbit Lentera
Syaltut, Mahmud dan M. ‘Ali as-Sayis,2005, Perbandingan Madzhab
Dalam Masalah Fiqih, ,Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
http://endangdealova.blogspot.com/2012/12/perbedaan-pendapat-tentang-kewajiban. (online),
(http://.google.co.id), diunduh 7 Maret 2014 7. pukul 10:07
WIB).
[1]
Ash-Shiddiqi, Koleksi Hadis-Hadis Hukum III,1994, Jakarta:PT.Mageta
Bhakti Guna, hlm 60
[2]
Ibid. hlm. 61
[3]
Ibid. hlm.66
[4]
Ibid. hlm 66-67
[5]
http://endangdealova.blogspot.com/2012/12/perbedaan-pendapat-tentang-kewajiban.
[6]
Mughniyah,Fiqih Lima Mazhab,2007,Jakarta: Penerbit Lentera, hlm 107
[7]
Syaltut, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih, 2005,Jakarta:
Penerbit Bulan Bintang. hlm 33
[8]
Ibid. hlm 34-35
[9]
Op.Cit.Mughniyah, hlm 107
[10]
Syaltut, Perbandingan Madzhab Dalam Masalah Fiqih, 2005,Jakarta:
Penerbit Bulan Bintang.hlm33
[11]
Ibid.hlm 36
[12]
Mughniyah,Fiqih Lima Mazhab,2007,Jakarta: Penerbit Lentera, hlm 108
[13]
Op. Cit. Syaltut. hlm.33
[14]
Ibid. hlm.37
[15]
Ibid.hlm 37
[16]
Mughniyah,Fiqih Lima Mazhab,2007,Jakarta: Penerbit Lentera, hlm 108
[17]
Op.Cit.Syaltut. hlm 38
[18]
Ibid.I hlm 38
Komentar
Posting Komentar